Awas Penipuan Deepfake, Kerugian Sepanjang 2023 Mencapai 12,3 Juta Dolar AS
Deepfake dibuat menggunakan teknik deep learning dan generative adversarial networks (GANs).
Penulis:
Seno Tri Sulistiyono
Editor:
Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Saat ini di berbagai negara termasuk Indonesia, marak penipuan deepfake yang mengakibatkan banyak kebingungan dan kerugian di kalangan masyarakat.
Deepfake adalah jenis media sintetis yang dibuat menggunakan kecerdasan buatan atau yang biasa disebut artificial intelligence (AI).
Deepfake dibuat menggunakan teknik deep learning dan generative adversarial networks (GANs). Teknologi ini bekerja dengan menganalisis dan mempelajari data dalam jumlah besar.
Baca juga: Pelaku Penyebar Deepfake AI Catut Wajah Presiden Prabowo Raup Untung Rp 65 Juta, Terungkap Modusnya
Hasil dari teknologi tersebut menciptakan rekayasa visual atau audio yang menyerupai peristiwa nyata, namun sebenarnya artifisial.
VP of Strategy dari Verihubs, Jason Hartono, konsep dari perkembangan teknologi deepfake sudah dimulai dari puluhan tahun lalu terutama dalam industri pembuatan film.
Di era tahun 90, dengan bantuan generative AI kegunaan yang menjadi awal teknologi deepfake ini, menghemat waktu dan biaya produksi film sampai dengan 90 persen dibanding dengan cara tradisional.
“Deepfake merupakan teknologi yang sudah berevolusi dari beberapa dekade lalu, bisa dilihat konsep awal teknologi deepfake sudah ada dari tahun 90an dimana teknologi ini digunakan untuk dunia perfilman,ˮ jelas Jason dikutip Selasa (4/3/2025).
Baca juga: Kronologi Penipuan Deepfake AI Catut Prabowo, Modus Tawarkan Bantuan, Pelaku Cantumkan Nomor WA
Adapun perkiraan kerugian global akibat deepfake akan mencapai 19 juta dolar AS pada tahun 2033, dengan 12,3 juta dolar AS di antaranya telah terjadi hanya dalam tahun 2023 akibat teknologi GenAI.
Bahkan, pada tahun 2027, angka ini diproyeksikan melonjak hingga 40 juta dolar AS per tahun.
Ia menyampaikan, risiko penipuan deepfake tentu bisa dicegah dengan berbagai cara, namun banyak orang mengira liveness detection sudah cukup untuk menghadapi deepfake, padahal kenyataannya tidak demikian.
"Liveness detection hanya dapat memastikan apakah wajah seseorang yang di depan kamera itu nyata atau bukan––foto cetak, foto digital, maupun topeng, tetapi tidak bisa mendeteksi apakah wajah tersebut autentik tanpa adanya real time digital manipulation," jelas Jason.
Oleh karena itu, diperlukan teknologi yang lebih advanced, seperti Deepfake Detection, untuk menangkal kejahatan berbasis AI ini.
"Deepfake Detection, teknologi berbasis AI yang mampu mendeteksi manipulasi deepfake dengan lebih akurat," tambahnya.
20 Prompt Gemini AI Bahasa Indonesia, Edit Foto Seperti Berada di Bandara |
![]() |
---|
Kunci Jawaban Pretest Modul Pedagogik Fikih Topik 8: Guru Profesional Era Digital dan AI, PPG |
![]() |
---|
Gadget Berbasis AI Kini Makin Diminati |
![]() |
---|
Kunci Jawaban Modul 3.3 Teknik Dasar Visualisasi Data, PINTAR Kemenag |
![]() |
---|
Deepfake di RI Naik 550 Persen, Komdigi Minta Platform Digital Sediakan Fitur Pengecekan Konten |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.