Jumat, 3 Oktober 2025

Ekonom Ingatkan Pasal 33 UUD 1945 Jika Klausul Power Wheeling Masuk RUU EBT

Skema power wheeling diusulkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di pembahasan RUU Energi Baru dan Terbarukan di Komisi VIII DPR.

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Choirul Arifin
Tribunnews/JEPRIMA
Petugas saat melakukan perawatan rutin panel surya di area gedung PAMA Head Office, Jakarta Timur, Senin (31/7/2023). Skema power wheeling diusulkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di pembahasan RUU Energi Baru dan Terbarukan di Komisi VIII DPR. TRIBUNNEWS/JEPRIMA 

Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat ekonomi konstitusi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Defiyan Cori berpendapat, jika klausul power wheeling disepakati masuk dalam RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET), maka Komisi VII DPR mengabaikan hukum konstitusi ekonomi Pasal 33 UUD 1945.

Sebagai informasi, power wheeling merupakan mekanisme yang dapat mentransfer energi listrik dari pembangkit swasta ke fasilitas operasi milik negara secara langsung.

Adapun Pasal 33 ayat (1) berbunyi "Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”.

Pasal 33 ayat (2) ”Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”.

Pasal 33 ayat (3) ”Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.

"Komisi VII DPR jelas tidak taat pada hukum konstitusi ekonomi Pasal 33 UUD 1945 dengan memaksakan power wheeling atau penggunaan jaringan daya negara oleh swasta dimasukkan kembali dalam DIM RUU EBET," kata Defiyan kepada wartawan, Selasa (21/11/2023).

Selain itu, lanjutnya, juga ada Putusan Mahkamah Konstitusi (PMK) pada Desember 2016 yang membatalkan Pasal 10 ayat (2) dan Pasal 11 ayat (1) UU Nomor 30/2009 tentang Ketenagalistrikan, khususnya terkait kewenangan penyediaan listrik bagi masyarakat.

"Dengan demikian, aturan turunannya, termasuk Permen ESDM Nomor 1/2015 dan Nomor 11/2021 terkait klausul pemberian izin pengelolaan listrik kepada pihak selain negara telah batal demi hukum konstitusi dan harus dicabut," jelas dia.

Defiyan menyatakan demikian untuk merespons munculnya dua klausul perihal pembentukan Badan Usaha Khusus EBT dan Power Wheeling yang kembali muncul dalam pembahasan DIM DPR RI. Padahal dua klausul itu sebelumnya sudah dicabut lada 24 Januari 2023.

Baca juga: BKPM: Investor Minati Pengembangan Energi Terbarukan di Indonesia

Sejauh ini, Komisi VII bakal membahas DIM tersebut bersama Menteri ESDM Arifin Tasrif dalam rapat kerja.

Pada agenda rapat kerja tersebut, terdapat dua pembahasan pasal penting, yaitu pembentukan Badan Usaha Khusus (BUK) EBT dan power wheeling.

Baca juga: Xurya Ajak Lebih Banyak Pelaku Industri Jawa Timur Gunakan Energi Terbarukan

Menurut Defiyan, publik harus menolak dua klausul yang masuk ke dalam DIM RUU EBET tersebut. Alasannya tak lain karena bakal ada risiko menihilkan peran negara dalam menjaga kedaulatan energi.

"Kenapa harus ditolak, tidak lain adalah karena power wheeling ini sama saja dengan membonceng infrastruktur jaringan daya listrik milik negara tanpa investasi pembangunan apapun oleh pihak swasta,” katanya.

Usulan Kementerian ESDM

Skema power wheeling atau penggunaan jaringan transmisi dan distribusi bersama dapat tetap masuk di dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) merupakan usulan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Skema ini dinilai dapat mengakselarasi pengembangan EBT di dalam negeri dan secara langsung dapat menambah pendapatan PT PLN.

“Seharusnya begitu (ada tambahan pendapatan), sudah ada pembicaraan dengan PLN hanya saja ada kekhawatiran tidak terkendali, tetapi akan kita kendalikan supaya tidak memberikan dampak,” ujar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif ditemui seusai Rapat Kerja (Raker) di Gedung DPR RI, Senin (20/11/2023).

Arifin menjelaskan, sejatinya kebijakan power wheeling sudah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan dan Undang-Undang No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Peraturan Pemerintah (PP) No 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik.

Menteri ESDM Arifin Tasrif saat ditemui di Gedung DPR-RI Jakarta, Kamis (31/8/2023).
Menteri ESDM Arifin Tasrif.

Di dalam aturan tersebut disebutkan pemanfaatan bersama jaringan transmisi dan distribusi ini dilakukan melalui sewa jaringan. Tentu saja pemerintah melakukan pengawasan bagaimana mekanisme ini bisa berjalan tanpa memberikan dampak tambahan pada pemerintah.

Di sisi lain juga membuka akses energi bersih bagi konsumer industri supaya bisa bertahan dan memiliki daya saing global.

“Tanpa adanya akses ini, kemungkinan sulit bisa mendapatkan percepatan bauran EBET dalam sistem. Jadi tidak semuanya bisa disediakan satu pihak. Perlu kerja sama dengan seluruh pihak yang perlu berinvestasi,” tegasnya.

Menurut Arifin, infrastruktur listrik untuk energi bersih harus terus didorong untuk efisiensi konsumsi energi.

Dia memberikan gambaran, saat ini industri di Sumatera Utara masih menggunakan gas alam cair (LNG) dari Papua. Biaya logistik yang jauh ini tentu memberikan tambahan biaya bagi industri di sana. Namun akan berbeda cerita jika PLTA di sekitar Sumatera Utara dapat digunakan dan masuk ke dalam jaringan transmisi di sana.

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved