Krisis Pangan dan Perubahan Iklim
22 Negara Setop Ekspor Bahan Pangan, Jokowi: Anak Sekolah di Negara Maju Sampai Tak Sarapan
Perubahan iklim saat ini sudah sangat nyata terjadi dan tidak gampang untuk diselesaikan.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebanyak 22 negara di dunia saat ini menyetop atau tidak mau lagi mengekspor bahan pangan mereka imbas dari perang dan perubahan iklim.
Hal ini dilakukan demi mengamankan pasokan di negaranya masing-masing.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, perubahan iklim saat ini sudah sangat nyata terjadi dan tidak gampang untuk diselesaikan.
Baca juga: Megawati: Pangan Bisa Jadi Lambang Supremasi Indonesia di Masa Depan, Petani-Nelayan Jadi Sentral
Misalnya, kenaikan suhu bumi yang meningkat, kemarau panjang, kekeringan di mana-mana sehingga mengakibatkan gagal tanam dan panen, serta super el nino.
“Plus ditambah yang berkaitan dengan geopolitik dunia yang berpengaruh ke pasokan dunia. Perang Rusia-Ukraina yang kesannya jauh tapi kita rasakan karena keduanya merupakan produsen gandum terbesar dunia,” ungkap Kepala Negara di acara Rakernas IV PDIP di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Jumat (29/9/2023).
Tak hanya soal gandum, Jokowi menyebut hal yang terjadi saat ini juga membuat harga pangan dunia meningkat.
Bahkan kata Jokowi, sudah ada 22 negara yang tidak mau mengekspor bahan pangan mereka, termasuk beras.
“Negaranya yakni, ada Uganda, Rusia, India, Bangladesh, Pakistan dan Myanmar terakhir yang masuk yang tidak lagi ekspor bahan pangannya,” jelas Presiden.
“Gandum sudah, beras sudah, gula sudah, ngerem semuanya,” lanjut dia.
Jokowi lantas membeberkan bagaimana dampak kengerian kelangkaan sekaligus harga pangan yang melonjak di negara-negara di dunia lantaran kondisi perang dan iklim dunia yang makin tak menentu itu.
Jokowi merinci bagaimana perang antara Rusia dan Ukraina yang menyebabkan kelangkaan gandum di berbagai belahan dunia.
"Perang Ukraina itu seakan jauh dari kita. Tapi ternyata gandum yang tadi disampaikan Bu Mega, gandum kita impor 11 juta ton, 30 persen dari Ukraina dan Rusia. Karena di sana produsen gandum dunia," kata Jokowi.
Saat bertemu Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky beberapa waktu lalu, kata Jokowi, ia mendapat penjelasan bahwa terdapat 77 juta ton gandum yang tak bisa diekspor dari Ukraina karena alasan keamanan.
Sementara dari Presiden Rusia Vladimir Putin, Jokowi mendapat bocoran ada 130 juta ton gandum yang juga tak bisa diekspor dari Rusia.
Total ekspor gandum yang seharusnya bisa dilakukan oleh kedua negara itu, sambung presiden, sebanyak 207 juta ton.
Namun, lantaran ekspor dihentikan, negara-negara di Afrika, Asia dan Eropa kekurangan pangan.
"Harga yang naik secara drastis dan bahkan kemarin saya membaca, di sebuah berita, di satu negara maju di Eropa, anak- anak sekolah banyak yang sudah tidak sarapan pagi, yang biasanya sarapan pagi, sekarang ini sudah tidak sarapan pagi karena kekurangan bahan pangan, karena mahalnya bahan pangan," tuturnya.
Kondisi tersebut, ujar Jokowi, bisa menjadi pertimbangan dalam menjalankan visi dan misi pemerintahan selanjutnya. Ia berharap ada visi dan misi taktis serta rencana kerja
yang nyata.
"Sepuluh, lima tahun ke depan memang visi taktis itu harus kita miliki, bukan visi misi yang terlalu bagus di awang-awang. Tapi visi taktis, rencana kerja detail harus
kita miliki dan saya yakin Pak Ganjar mampu menyelesaikan ini," ucap Jokowi.
Jokowi pun mendorong agar kedaulatan pangan menjadi bagian dari program yang akan dilakukan bakal calon presiden dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Ganjar Pranowo apabila terpilih menjadi presiden.
"Apa yang disampaikan Calon Presiden Pak Ganjar Pranowo. Tadi saya bisik- bisik ke beliau, pak nanti habis dilantik besoknya langsung masuk kedaulatan pangan, nggak usah lama lama, perencanaannya disiapkan sekarang, begitu dilantik, besok langsung masuk ke kerja kedaulatan pangan sehingga swasembada pangan, ketahanan pangan kedaulatan pangan itu betul-betul kita miliki," terangnya.
Baca juga: PPP Yakin Ganjar Pranowo Bereskan Masalah Pangan Bila Jadi Presiden 2024
Sebelumnya Direktur Supply Chain Pelayanan Publik Perum BULOG Mokhamad Suyamto memastikan pasokan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) yang dikuasai oleh BULOG berada dalam jumlah yang aman sampai dengan panen raya tahun depan.
Bulog juga memastikan beras sedang digelontorkan untuk program Bantuan Pangan dan melalui operasi pasar yang kini bernama Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) setiap hari sebagai upaya mempertahankan stabilitas harga pangan.
Suyamto menjelaskan jumlah stok beras yang dikuasai BULOG saat ini sebanyak 1,7 juta ton.
Di samping itu juga BULOG siap menerima tambahan penugasan impor dari pemerintah untuk memperkuat Cadangan Beras Pemerintah (CBP) ini sampai dengan panen raya tahun 2024.
“Dalam menyiapkan kecukupan stok menghadapi El Nino dan situasi di tanah air sampai dengan panen raya tahun depan, kami siap memperkuat stok CBP ini dengan memaksimalkan penyerapan dari dalam negeri dan juga siap menerima
rencana tambahan penugasan impor sebanyak 1 juta ton dari Pemerintah yang akan membuat cadangan kita akan semakin kuat,” kata Suyamto beberapa waktu lalu.
Ia mengemukakan pihaknya juga melakukan pemantauan intensif terkait harga beras saat ini.
Terjadinya kenaikan harga beras dikarenakan beberapa faktor baik eksternal maupun internal dalam negeri, seperti bencana El Nino dan juga situasi dalam negeri yang memasuki musim tanam.(tribun network/fik/frs/dod)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.