Resesi Ekonomi Mengancam, Analis: Kurangi Instrumen Saham, Perbanyak Cash
Di tengah ancaman resesi sebaiknya para investor perlu mengurangi portofolio di instrumen saham dan perlu memperbanyak posisi cash
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ancaman resesi ekonomi global semakin nyata setelah inflasi di zona Eropa pada Juni 2022 mencapai 8,6 persen.
Atas kondisi tersebut, Analis PT Kanaka Hita Solvera (KHS) Andhika Cipta Labora memberikan saran kepada pelaku pasar dalam mengatur keuangannya, khusus terkait investasi di saham.
"Di tengah ancaman resesi sebaiknya para investor perlu mengurangi portofolio di instrumen saham dan perlu memperbanyak posisi cash," ucap Andhika, Kamis (21/7/2022).
Baca juga: Antisipasi Resesi, Pengusaha Siap-siap Atur Ulang Capex dan Perkuat Arus Kas
Andhika juga merekomendasikan beberapa saham pilihan yang patut dicermati investor, di mana bisa menjadi tahan terhadap ancaman resesi ekonomi.
"Saham sector defensive yang menarik untuk dilirik para investor di saat resesi seperti PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR), PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP)," ujarnya.
Namun, Andhika menyarankan investor untuk menghindari beberapa saham teknologi yang diprediksi tertekan besar jika resesi ekonomi terjadi nanti.
"Sektor teknologi perlu dihindari apabila terjadi resesi, karena akan ada kenaikan suku yang membuat beban bunga emiten - emiten teknologi akan naik juga," ucapnya.
Ancaman Resesi di Depan Mata, Ekonom Ajak Masyarakat Perbanyak Tabungan
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda mengatakan, pasar saham dan reksadana nampaknya akan melemah seiring dengan isu resesi global.
"Jadi memang cukup berisiko untuk berinvetasi (jangka pendek) saat ini," ucap Nailul saat dihubungi, Sabtu (16/7/2022).
Menurutnya, dalam kondisi menuju resesi dan inflasi global seperti saat ini, cukup bijak apabila masyarakat menyimpan uang di tempat yang aman yaitu perbankan.
"Perbanyak tabungan untuk antisipasi inflasi yang terus meningkat dan ancaman resesi. Ada uang yang likuid bagus untuk saat ini," kata Nailul.
Di sisi lain, sebelumnya Nailul meminta pemerintah mengelola utang luar negerinya secara baik, setelah negara Sri Lanka mengalami bangkrut.
"Bangkrutnya Sri Lanka jadi alarm bagi pemerintah kita," katanya.
Pengertian Resesi
Resesi adalah suatu perlambatan atau kontraksi besar-besaran dalam sebuah kegiatan ekonomi.
Dengan kata lain, penurunan yang signifikan dalam pengeluaran umumnya mengarah ke resesi.
Perlambatan kegiatan ekonomi seperti itu dapat berlangsung selama beberapa kuartal sehingga benar-benar menghambat pertumbuhan ekonomi.
Dalam situasi seperti itu, indikator ekonomi seperti Produk Domestik Bruto (PDB), laba perusahaan, lapangan kerja, dan lainnya dalam keadaan jatuh.
Ini menciptakan kekacauan di seluruh sektor perekonomian, dikutip Tribunnews dari The Economic Times.
Untuk mengatasi ancaman tersebut, perekonomian di suatu negara umumnya bereaksi dengan melonggarkan kebijakan moneter mereka dengan memasukkan lebih banyak uang ke dalam sistem, yaitu dengan meningkatkan jumlah uang beredar.
Dikutip dari Forbes resesi adalah penurunan signifikan dalam kegiatan ekonomi yang berlangsung selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun.
Para ahli menyatakan resesi ketika ekonomi suatu negara pendapatan produk domestik bruto (PDB)-nya mengalami negatif.
Selain itu di negara tersebut terjadi peningkatan pengangguran, penurunan penjualan ritel, dan ukuran pendapatan dan manufaktur yang berkontraksi untuk jangka waktu yang lama.
Singkatnya, selama resesi, ekonomi berjuang, orang kehilangan pekerjaan, perusahaan membuat penjualan lebih sedikit dan output ekonomi negara secara keseluruhan menurun,
Pada tahun 1974, ekonom Julius Shiskin mengemukakan beberapa aturan praktis untuk mendefinisikan resesi.
Dan yang paling populer adalah adalah penurunan PDB selama dua kuartal berturut-turut.
Ekonomi yang sehat berkembang dari waktu ke waktu, sehingga dua kuartal berturut-turut dari output yang berkontraksi menunjukkan ada masalah mendasar yang serius, menurut Shiskin.
Definisi resesi ini menjadi standar umum selama bertahun-tahun.
Sementara Biro Riset Ekonomi Nasional (NBER) mendefinisikan resesi sebagai penurunan signifikan dalam aktivitas ekonomi yang tersebar di seluruh perekonomian, berlangsung lebih dari beberapa bulan, biasanya terlihat dalam PDB riil, pendapatan riil, lapangan kerja, produksi industri, dan penjualan grosir-eceran di suatu negara.
Definisi NBER lebih fleksibel daripada aturan Shiskin untuk menentukan apa itu resesi.
Termasuk pengaruh pandemi virus corona yang pengaruhi pertumbuhan resesi.
Baca juga: Apa Itu Resesi? Penyebabnya Termasuk Utang Berlebihan hingga Inflasi, Indonesia Disebut Berpotensi
Penyebab Resesi
Berikut fenomena-fenomena yang bisa menjadi faktor serta penyebab terjadinya resesi di suatu negara:
1. Guncangan ekonomi yang tiba-tiba
Guncangan ekonomi adalah masalah kejutan yang menimbulkan kerugian finansial yang serius.
Wabah virus corona, yang mematikan ekonomi di seluruh dunia, adalah contoh terbaru dari kejutan ekonomi yang tiba-tiba.
2. Utang yang berlebihan
Ketika individu atau bisnis mengambil terlalu banyak utang, biaya pembayaran utang dapat meningkat ke titik di mana mereka tidak dapat membayar tagihan mereka.
Tumbuh default utang dan kebangkrutan kemudian membalikkan perekonomian.
Gelembung perumahan di tengah-tengah yang menyebabkan Resesi Hebat adalah contoh utama dari utang berlebihan yang menyebabkan resesi.
3. Gelembung aset
Ketika keputusan investasi didorong oleh emosi, hasil ekonomi yang buruk niscaya akan terjadi.
Investor bisa menjadi terlalu optimis selama ekonomi kuat.
Mantan Ketua Fed Alan Greenspan dengan terkenal menyebut kecenderungan ini sebagai "kegembiraan irasional," dalam menggambarkan keuntungan besar di pasar saham pada akhir 1990-an.
Kegembiraan yang irasional menggelembungkan pasar saham atau gelembung real estate, dan ketika gelembung itu meletus, penjualan panik dapat menghancurkan pasar, menyebabkan resesi.
4. Terlalu banyak inflasi
Inflasi adalah tren kenaikan harga yang stabil dari waktu ke waktu.
Inflasi bukanlah hal yang buruk, tetapi inflasi yang berlebihan adalah fenomena yang berbahaya.
Bank sentral mengendalikan inflasi dengan menaikkan suku bunga, dan suku bunga yang lebih tinggi menekan aktivitas ekonomi.
5. Terlalu banyak deflasi
Sementara inflasi yang tidak terkendali dapat menciptakan resesi, deflasi bisa menjadi lebih buruk.
Deflasi adalah ketika harga turun dari waktu ke waktu, yang menyebabkan upah berkontraksi, yang selanjutnya menekan harga.
Ketika lingkaran umpan balik deflasi menjadi tidak terkendali, orang dan bisnis menghentikan pengeluaran, yang melemahkan ekonomi.
Bank sentral dan ekonom memiliki sedikit alat untuk memperbaiki masalah mendasar yang menyebabkan deflasi.
Kasus tersebut tampak dalam perjuangan Jepang dengan deflasi hampir sepanjang tahun 1990-an menyebabkan resesi yang parah.
6. Perubahan teknologi
Penemuan-penemuan baru meningkatkan produktivitas dan membantu perekonomian dalam jangka panjang, tetapi mungkin ada periode penyesuaian jangka pendek terhadap terobosan teknologi.
Pada abad ke-19, ada gelombang perbaikan teknologi yang menghemat tenaga kerja.
Revolusi Industri membuat seluruh profesi menjadi usang, memicu resesi dan masa-masa sulit.
Saat ini, beberapa ekonom khawatir bahwa AI dan robot dapat menyebabkan resesi dengan menghilangkan seluruh kategori pekerjaan.