Gabungan Badan Usaha Jasa Konstruksi Mengaku Kesulitan Urus SBU
Badan Usaha Jasa Konstruksi mengaku mengalami kesulitan dalam mengurus Sertifikat Badan Usaha (SBU)-nya.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Badan Usaha Jasa Konstruksi mengaku mengalami kesulitan dalam mengurus Sertifikat Badan Usaha (SBU)-nya.
Berdasarkan rilis yang diterima dari Eduard Berman Hutagalung selaku perwakilan Asosiasi Pengusaha Konstruksi Indonesia (Aspekindo), data LPJK Kementerian PUPera dari jumlah sub- klasifikasi yang akan akan habis masa berlaku sampai Desember 2022 sejumlah 215.860 sub- klasifikasi.
"Namun sejak operasionalisasi 11 (sebelas) LSBU sampai bulan Juni 2022 lalu baru diterbitkan sub-klasifikasi sejumlah 25.701 sub-klasifikasi," tulis siaran pers Gabungan Badan Usaha Jasa Konstruksi, Kamis (21/7/2022).
Baca juga: Ditopang Sektor Konstruksi, Ekonomi Singapura Tumbuh 4,8 Persen di Kuartal Kedua Tahun 2022
Jika sampai Desember 2022 diperkirakan dengan tingkat layanan sama maka di akhir tahun 2022, baru akan terbit 50 ribuan sub-klasifikasi.
"Artinya hanya sekitar 11 persen saja jumlah sub-klasifikasi dari Badan Usaha yang bisa beroperasi, sisanya 88 persen diperkirakan sudah tidak bisa melanjutkan usaha/mati dan bisa berdampak langsung pada terganggungnya realisasi pembangunan infrastruktur," tulisnya.
Hal tersebut dinilai bertentangan dengan semangat dari diterbitkan UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja. Terkait dengan pelaksanaan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan PP No. 05 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasisi Resiko.
"Dimana setelah operasionalisasi LSBU (Lembaga Sertifikasi Badan Usaha) sebagai Lembaga yang dibentuk oleh Asosiasi Badan Usaha terakreditasi," terangnya.
Hal di atas disebabkan oleh beratnya persyaratan yang harus dipenuhi oleh sebuah badan usaha untuk bisa mendapatkan sertifikasi badan usahanya.
"Kami pengurus asosiasi-asosiasi badan usaha sudah beberapa kali berusaha menyampaikan baik secara lesan maupun bersurat secara resmi agar aturan di PP No. 05/2021 bisa segera di relaksasi," tambahnya.
Baca juga: Krakatau Steel Kembangkan Produk Hunian Konstruksi Baja Siap Pasang
Beberapa usaha yang sudah ditempuh antara lain:
a. Kepada Bapak Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat RI terkait dengan pemberian relaksasi sertifikasi Badan Usaha yang disampaikan langsung di depan forum Pembukaan Musyawarah Kerja Nasional (MUKERNAS) GAPENSI pada tanggal 22 Januari 2022, sebagai respond permohonan kami.
b. Pertemuan Badan Pengurus Pusat GAPENSI Pusat dan perwakilan dari Badan Pengurus Daerah dengan Dirjen Bina Konstruksi dan Direktur Kelembagaan dan Sumber Daya Konstruksi Kementerian PUPR pada tanggal 24 Januari 2022 terkait dengan Pokok-pokok Pikiran Musyawarah Kerja Nasional GAPENSI 2022 tentang Relaksasi Sertifikasi Badan Usaha.
c. Surat-surat dari asosiasi Badan Usaha kepada Pemerintah dalam hal ini Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat terkait permintaan relaksasi persyaratan sertifikasi Badan Usaha (terlampir).
d. Hasil pertemuan Asosiasi Badan Usaha terakreditasi pada tanggal 14 Juli 2022 di Rumah Makan Kembang Goela Jakarta yang dihadiri oleh perwakilan asosiasi-asosiasi Badan Usaha yakni : GAPENSI, INKINDO, AABI, GAPEKNAS, AKTI, PERKINDO, GAPEKSINDO, ASPEKNAS, AKI dan GAPENRI, AKTI, ASPEKINDO (daftar hadir terlampir).
"Namun hingga saat ini permohonan kami kepada pemerintah dalam hal ini kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia, belum mendapatkan tanggapan apapun dalam hal persyaratan perolehan Sertifikasi Badan Usaha bagi Badan Usaha anggota-anggota kami," tambahnya.
Berikut ini adalah permohonan Gabungan Badan Usaha Jasa Konstruksi:
1. Memberikan kemudahan persyaratan pemenuhan tenaga kerja bersertifikat SKK untuk kualifikasi Kecil dengan menyampaikan surat pernyataan komitmen pemenuhan ketersediaan tenaga kerja bersertifikat sampai dengan 31 Desember 2023 sambil menunggu tindak lanjut Amar Keputusan Mahkamah Konstitusi tentang perubahan UU No. 11 tahun 2020 beserta peraturan turunannya.
Selain itu jumlah LSP (Lembaga Sertifikat Profesi) yang sudah beroperasi masih sangat sedikti dibandingkan dengan kebutuhan akan jumlah tenaga kerja yang dipersyaratkan di seluruh jenjang.
Dari data per 8 Juni 2022, saat ini LSP baru bisa memproduksi 7,373 orang pemegang SKK untuk semua jenjang, jika kebutuhan SKK tiap BU sesuai PP 05/2021 adalah minimal 1 orang PJTBU dan 1 PJSKBU. Saat ini jumlah BU aktif data di LPJK adalah 100,711 jika masing-masing BU perlu 2 pemegang SKK maka diperlukan setidak-tidaknya 201,422 pemegang SKK.
Sekali lagi : jumlah Badan Usaha yang harus menutup usahanya akan semakin banyak karena jumlah tenaga kerja konstruksi bersertifikat sebagai persyaratan SBU sangat tidak mencukupi.
2. Mempercepat penambahan penyusunan SKKNI pada jenjang jabatan kerja tertentu yang sangat diperlukan untuk PJTUB dan PJSKBU pada jenjang 6 dan 5 dalam rangkan pemenuhan persyaratan SKK badan usaha kualifikasi kecil. Agar produksi SKK oleh LSP-LSP bisa semakin banyak.
3. Menyegerakan diterbitkan aturan relaksasi terkait Persyaratan Perizinan Berbasis Resiko yang diatur dalam PP No. 05/2021:
a. Nilai penjualan tahunan didasarkan pada perolehan pekerjaan dalam rentang waktu 3 (tiga) kali masa berlaku SBU (9 tahun) ke belakang, saat ini dipersyaratkan hanya 3 tahun ke belakang.
b. Rekaman Kontrak Kerja Konstruksi sebagai bukti Pengalamam Pekerjaan dapat digunakan sebagai persyaratan Penjualan Tahunan beberapa sub-klasifikasi yang sesuai, saat ini dipersyaratkan satu bukti Kontrak Kerja hanya bisa digunakan untuk satu sub-klasifikasi saja.
c. Persyaratan kemampuan keuangan diberlakukan sebagai persyaratan kualifikasi Badan Usaha, saat ini merupakan persyaratan keuangan per sub-klasifikasi sehingga modal yang dibutuhkan semakin besar.
d. Jumlah tenaga kerja konstruksi PJSKBU sebanyak satu orang dapat dipergunakan untuk memenuhi persyaratan 5 (lima) sub-klasifikasi SBU pada klasifikasi yang sama, saat ini diberlakukan satu tenaga kerja hanya bisa digunakan untuk satu sub-klasifikasi saja.
"Kami yakin permohonan kami tidak akan sampai mengorbankan kualitas layanan jasa konstruksi kami di proyek-proyek konstruksi nasional baik melalui APBN/APBD, karena permintaan- permintaan tersebut masih dalam tahap sangat wajar disesuaikan dengan kondisi nyata dari badan-badan usaha anggota kami saat ini," terangnya.
Jika permohonan tersebut tidak segera dikabulkan, menurut mereka, akan semakin banyak Badan Usaha Jasa Konstruksi yang tidak bisa melanjutkan usahanya.
"Dan akan semakin banyak para pekerja konstruksi yang kehilangan pekerjaannya dan pengangguran akan semakin bertambah serta dikhawatirkan tingkat kemiskinan juga akan semakin besar, karena badan usahanya sudah tidak bisa beroperasi lagi menjalankan usahanya akibat sulitnya mengurus sertifikas Badan Usaha-nya," ucapnya.
Pernyataan tersebut, berdasarkan rilis pernyataan gabungan di antaranya, GAPENSI (Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia), INKINDO (Ikatan Nasional Konsultan Indonesia), AABI (Asosiasi Aspal Beton Indonesia), GAPEKNAS (Gabungan Pengusaha Konstruksi Nasional Indonesia), AKTI (Asosiasi Kontraktor Terintegrasi Indonesia).
Kemudian, PERKINDO (Persatuan Konsultan Indonesia), GAPEKSINDO (Gabungan Perusahaan Konstruksi Nasional Indonesia), ASPEKNAS (Asosiasi Pelaksana Konstruksi Nasional), AKI (Asosiasi Kontraktor Indonesia).
GAPENRI (Gabungan Perusahaan Nasional Rancang Bangun Indonesia), AKTI (Asosiasi Kontraktor Terintegrasi Indonesia), dan ASPEKINDO (Asosiasi Pengusaha Konstruksi Indonesia).