Selasa, 30 September 2025

Rupiah Berpotensi Menuju Rp 15 Ribu, Jokowi Akui Beban Fiskal Berat

Kenaikan suku bunga bank sental Amerika Serikat (The Fed) sebesar 75 basis poin masih menjadi penekan laju rupiah melemah.

TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Karyawan menunjukkan mata uang Rupiah dan Dolar AS di tempat penukaran uang di Jakarta, Kamis (14/10/2021). Kenaikan suku bunga bank sental Amerika Serikat (The Fed) sebesar 75 basis poin masih menjadi penekan laju rupiah melemah. 

"Selain itu, penyempitan likuiditas karena bank dalam posisi mengejar pertumbuhan kredit yang tinggi pasca-pandemi melandai tapi terhalang oleh kenaikan tingkat suku bunga," sambungnya.

Menurutnya, perebutan dana antara pemerintah dan bank dalam
menjaga tingkat pembiayaan defisit anggaran akan membuat dana deposan domestik berpindah ke surat berharga negara.

Baca juga: The Fed Dinilai Masih Bakal Agresif, Analis Sebut Rupiah Berpeluang ke Rp 15.000 per Dolar AS

"Crowding out sangat membahayakan kondisi likuiditas di sektor keuangan," paparnya.

Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengungkapkan, tetap ada beberapa instrumen keuangan yang bisa jadi pilihan investasi saat era suku bunga tinggi.
Pertama, instrumen yang dianggap tahan guncangan saat ada kenaikan suku bunga adalah emas dan surat utang negara atau SUN.

"Jadi, sektor yang akan diuntungkan, pertama tentunya banyak investor akan cenderung masuk ke safe haven ataupun aset yang relatif aman. Misalnya emas, kemudian surat utang pemerintah karena ada kenaikan tingkat suku bunga," ujarnya.

Kemudian, instrumen selanjutnya yang bisa jadi pilihan investasi adalah reksa dana pendapatan tetap, produk deposito, dan saham sektor konsumer.

"Selain itu, ada deposito dan sektor yang masih cukup positif sebenarnya sektor consumer goods atau sektor yang berkaitan dengan makanan dan minuman. Sebab, kalau inflasi meningkat, artinya terjadi kenaikan permintaan," kata Bhima.

Karyawan menunjukkan mata uang Rupiah dan Dolar AS di tempat penukaran uang di Jakarta, Kamis (14/10/2021).
Karyawan menunjukkan mata uang Rupiah dan Dolar AS di tempat penukaran uang di Jakarta, Kamis (14/10/2021). (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Dengan itu, berarti permintaan untuk kebutuhan pokok akan tetap tinggi karena walaupun harga naik, tetap akan dibutuhkan oleh masyarakat.

"Karena masyarakat akan fokus untuk pemenuhan kebutuhan pokok dan mengurangi belanja barang-barang yang sifatnya sekunder maupun tersier," pungkasnya.

Tetap Subsidi

Terpisah, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan bahwa pemerintah berkomitmen untuk terus memberikan subsidi kepada masyarakat, baik itu subsidi BBM terutama solar maupun subsidi listrik.

“Walaupun beban fiskal kita berat, pemerintah sudah berkomitmen untuk terus memberikan subsidi kepada masyarakat, baik yang berkaitan dengan BBM terutama solar, yang berkaitan dengan gas dan listrik. Ini yang terus kita jaga,” kata Jokowi.

Meskipun demikian Presiden meminta Kementerian dan Lembaga, untuk melakukan efisiensi belanja anggaran sebanyak-banyaknya. Termasuk di dalamnya perusahaan BUMN.

Baca juga: Kurs Rupiah Masih Melemah di Atas Rp 14.800, Tertekan Sentimen Kenaikan Suku Bunga The Fed

“Agar pemerintah memiliki kelonggaran fiskal,” katanya.

Jokowi juga meminta agar produksi energi terutama minyak terus ditingkatkan. Sehingga sumber energi Indonesia tidak bergantung pada impor.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan