Rabu, 1 Oktober 2025

Cadangan Energi Panas Bumi di RI Masih Melimpah, Berikut Datanya

pengembangan energi primer dari energi fosil ke EBT dengan menempatkan panas bumi sebagai skala prioritas tidaklah berlebihan

Penulis: Sanusi
ist
Ilustrasi pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) 

Menurut Wiluyo, panas bumi mendapatkan prioritas kedua untuk dikembangkan setelah PLTA. Dia menilai,tantangan pengembangan panas bumi yang paling terasa adalah dari sisi biaya. Untuk mengejar target RUPTL, PLN tidak bisa sendiri dan harus bekerja sama dengan pihak lain.

"Tahun 2030 pembangkitan renewable bisa meningkat 28 GW. Pembangunan geothermal kami alokasikan 3,4 GW. Butuh biaya yang sangat tinggi untuk bangun pembangkit sampai 2060. Kami buka pintu bagi pihak swasta untuk bangun bersama pembangkit-pembangkit renewable," ujarnya.

Mantan Direktur Transmisi dan Distribusi PLN (2003-2008) Herman Darnel Ibrahim, mengakui ada beberapa masalah yang dihadapi guna mengejar target EBT dalam bauran energi, antara lain teknis, regulasi dan koordinasi, serta pendanaan. Solusi mengatasi masalah dalam pengembangan panas bumi tidak bisa mengandalkan satu institusi.

“Potensi panas bumi yang besar akan percuma jika tidak bisa dimonetisasi,” ujarnya.

Menurut dia, Indonesia harus terus membangun science and technology panas bumi, tidak cukup hanya bangga punya potensi 40 persen dunia. Aspek regulasi pengembangan  panas bumi juga harus mendukung.

“Kumpulkan seluruh aturan, pusat- daerah, Kementerian  ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Kementerian Keuangan. Perbaiki semua untuk kemudahan pembangunan panas bumi," kata Herman yang juga Anggota Dewan Energi Nasional Perwakilan Industri.  

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved