Perkuat Posisi Konsumen, OJK Akan Perketat Aturan Asuransi Unitlink
Kepala Departemen Pengawas IKNB 2A Ahmad Nasrullah mengatakan, OJK akan menambahkan aturan-aturan untuk memperkuat posisi konsumen.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Permasalahan nasabah asuransi unit link yang terjadi beberapa minggu ke belakang, mendorong Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membenahi aturan mengenai asuransi khususnya produk unitlink.
OJK mengaku dalam waktu dekat, pihaknya akan segera merilis Surat Edaran (SE) berkaitan dengan Produk Asuransi yang Dikaitkan Dengan Investasi (PAYDI) dengan amandemen-amandemen terbaru.
Kepala Departemen Pengawas IKNB 2A Ahmad Nasrullah mengatakan, OJK akan menambahkan aturan-aturan untuk memperkuat posisi konsumen.
Baca juga: Riset YouGov: Masyarakat Masih Suka Padukan Investasi dan Proteksi Lewat Unitlink
“Sebagai contoh, nanti dokumen tidak cukup hanya dengan menandatangani selembar kertas. Di polis harus dicantumkan biaya seperti apa, manfaat dan risiko seperti apa, serta ilustrasi tidak boleh menyesatkan. Termasuk potensi kerugian harus diceritakan disitu,” ucap Ahmad dalam Media & Public Discussion InfobankTalkNews dengan tema “Pentingnya Proteksi Asuransi, Jangan Salah Memilih Unit Link”, Jumat (28/1/2022).
Selain itu, OJK juga akan mengatur tentang dana minimum awal premi yang akan digunakan untuk investasi.
Baca juga: Nasabah Akan Diajak Dialog Setelah Duduki Kantor Prudential Akhir Pekan Lalu
Menurutnya, hal ini dilakukan untuk mengoptimalkan pemupukan dana nasabah yang selama ini sering terpotong dengan nominal besar di awal persetujuan premi.
“Di aturan baru, harus ada dana minimal investasi yang harus di retain untuk mengembangkan dana. Kami tidak mengatur biaya maksimum, namun biaya minimum yang harus diinvestasikan. Jadi, tidak boleh ada produk yang di awal dananya habis untuk macam-macam biaya,” paparnya.
Ahmad memastikan, aturan PAYDI terbaru hanya tinggal menghitung hari saja, sehingga persoalan mis-selling produk unit link diharapkan akan bisa diminimalisir, sehingga industri asuransi menjadi sehat kembali.
"Daripada melakukan evaluasi produk unit link dengan moratorium, kami lakukan secara selektif dan tidak masif. Kami khawatirkan jika distop akan terjadi goncangan di industri," tutur Ahmad.
Anggota Komisi XI DPR RI, Vera Febyanthy meminta OJK bisa mengutamakan kepentingan nasabah, sehingga bisa mendapatkan kompensasi yang sesuai dari perusahaan asuransi.
“Kami berharap penyelesaian segera mungkin, kiranya OJK bisa melakukan mediasi terhadap laporan nasabah dengan para asuransi. Mereka ingin dana dikembalikan kepada pemegang polis,” ucap Vera.
"Jadi, kita harus hati-hati dalam melakukan penyerapan informasi pengaduan masyarakat yang masuk,” sambungnya.
Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mencatat, dari sebanyak 600 ribu agen asuransi jiwa yang memiliki lisensi, sekitar 200 agen dilaporkan bermasalah.
Jumlah agen bermasalah tersebut dilaporkan perusahaan asuransi jiwa yang bersangkutan karena melanggar kode etik agen asuransi jiwa.
“Saya lupa jumlah pastinya, kalau tidak salah di atas 200 orang. PErusahaan waktu mendaftarkan agen-agen ini agar masuk ke daftar itu (agen bermasalah) harus memberikan bukti. Kalau dilihat juga kasus-kasusnya beragam,” kata Direktur Eksekutif AAJI Togar Pasaribu.
Togar mengakui, dari daftar agen-agen bermasalah yang tercatat dalam database AAJI, nantinya tidak akan bisa direkrut atau masuk menjadi agen perusahaan asuransi manapun.
Database yang ada di AAJI ini juga telah terkoneksi dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil).
“Kalau misalnya orang ini terdaftar, dan ini tidak bisa direkrut untuk menjadi agen perusahaan asuransi manapun. Sebagai info, database itu link terhadap Dukcapil. Mestinya data itu nggak ada fraud, nggak ada yang palsu,” ucapnya.
Selain itu, kata Togar, masih banyak agen-agen asuransi jiwa lainnya yang tetap memiliki hati nurani dan menerapkan praktik pemasaran produk asuransi dengan baik dan sesuai kode etik agen asuransi jiwa.
"Baru-baru ini terjadi dengan cerita misselling, lalu targetnya berbeda dan sebagainya itu bisa membuat prihatin beberapa agen-agen baik. Jadi jangan pikir dari 600 ribu agen tidak ada yang pinter dan baik," paparnya.