Kamis, 2 Oktober 2025

Upaya Pemerintah Ubah Wajah UMKM Lokal Lewat Jaringan BAKTI Kominfo

perkembangan bisnis para pelaku UMKM kerap kali terhalang oleh persoalan seperti tidak didukung oleh akses internet.

Penulis: Hendra Gunawan
Editor: Sanusi
Shutterstock
Ilustrasi UMKM di daerah. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Hendra Gunawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) mengambil bagian sangat penting dalam perekonomian nasional.

Kontribusinya terhadap PDB mencapai 61 persen dengan sumbangan menembus Rp 8.573 triliun. Kementerian Koperasi dan UKM mencatat jumlah perusahaan yang masuk kelompok ini telah lebih dari 64 juta.

Namun tidak semuanya menikmati keuntungan yang layak. Di sisi lain, untuk perkembangan bisnis para pelaku usaha ini kerap kali terhalang oleh persoalan seperti tidak didukung oleh akses internet.

Baca juga: Kinerja BAKTI Diapresiasi, Tagar Bakti untuk Negeri Menggema di Twitter

Akses jaringan internet khususnya di pelosok Indonesia pada belakangan ini sudah mengalami perubahan luar biasa. Kebutuhan akan kapasitas bandwith yang memadai memang akan terus berkembang, namun pemerintah melalui BAKTI Kominfo telah merancang program secara detil sehingga kesenjangan digital bisa diatasi.

Paling tidak hingga 2024, wilayah 3T (terdepan, terluar, tertinggal) di seluruh Indonesia kelak akan menikmati akses setara 4G.

Di masa pandemi Covid-19, manfaat jaringan ini benar-benar dirasakan oleh masyarakat, khususnya pelaku bisnis berskala UMKM. Salah satunya adalah seorang gadis asal NTT bernama Meybi Agnesya.

Baca juga: Peringati Hari Kesehatan Nasional, Bakti Sosial Operasi Bibir Sumbing di RSI Jakarta Diperpanjang

Jauh sebelum Covid-19 menghantui, perempuan ayu ini mengubah tanaman Kelor (Moringa oleoifera), khususnya bagian daun menjadi produk yang dapat dikonsumsi.

Lantaran tinggal di NTT pasar produk daun Kelor yang telah menjadi teh, cokelat, serbuk dan lain-lain, mengandalkan wisatawan.

Seiring Covid-19, industri pariwisata rontok. Dampaknya sampai membuat banyak produk dengan nama Timor Moringa itu tak terjual.

Meybi dan timnya lalu bersiasat. Ditambah dengan semangat bertahan agar bisnis tidak mati, Timor Moringa pun mengubah haluan pasar dari konvensional ke digital.

Pada saat yang bersamaan jaringan telekomunikasi yang disediakan oleh BAKTI Kominfo perlahan sudah memasuki area Timor Moringa.

“Kita harus melihat bahwa pandemi ini memiliki hikmah tersediri. Masyarakat di daerah 3T secara tidak langsung dipaksa oleh kondisi untuk bisa beradaptasi secara cepat melakukan adopsi teknologi yang hadir di daerahnya akibat akselerasi jaringan telekomunikasi yang dilakukan pemerintah,” ujar Direktur Layanan TI untuk Masyarakat dan Pemerintah BAKTI Kominfo Danny Januar Ismawan, Senin (22/11/2021).

Peran BAKTI Kominfo tidak sebatas menghadirkan infrastruktur secara fisik berupa akses internet. Sebagai BLU (badan layanan umum), BAKTI Kominfo juga merancang strategi untuk pemanfaatan jaringan dengan membangun ekosistem.

Menurut Danny, strategi solusi ekosistem digital yang dibangun fokus pada tiga pilar utama, yakni Digital Citizen, Digital Economy, dan Digital Government.

Dalam rencana strategis Kominfo 2020—2024 terkait Ekonomi Digital, BUMDes dan UMKM menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan ketahanan pangan di wilayah pedesaan.

Oleh karenanya percepatan penyediaan jaringan harus lekas dilakukan. Sehingga diharapkan perdagangan elektronik atau e-commerce yang menjadi platform digital economy dapat dimanfaatkan oleh BUMDes maupun UMKM.

Menurut Danny, sebagai gambaran nilai transaksi sebelum dan ketika terjadi pandemi Covid-19 mengalami peningkatan 29,6 persen. “Tahun 2019 sebesar Rp 205,5 triliun, menjadi Rp 266,3 trilun pada 2020,” tambahnya.

Akses internet memberikan tempat bagi UMKM untuk membangun proses digital mulai dari membuat website dan akun bisnis agar pasar mengenal mereka. Seperti yang dilakukan oleh Timor Moringa yang kini seolah memiliki etalase produk di web maupun media sosial.

Akses digital mengubah cara Timor Moringa berjualan. Tidak harus menjajakan produknya ke destinasi dan sentra wisata di NTT. Bahkan pasarnya lebih luas dan jauh di luar NTT.

Namun tidak semua pengusaha semujur Meybi. Masih banyak pelaku UMKM khususnya yang tinggal di pelosok yang menghadapi kendala berikutnya.

Kendati akses internet dari BAKTI Kominfo telah tersedia namun tak sejalan dengan kehadiran jaringan logistik yang memadai.

Untuk hal ini, BAKTI Kominfo lantas menjalin kerjasama dengan Indonesia E-Commerce Association (idEA). Asosiasi yang beranggotakan para pelaku industri perdagangan elektronik ini memahami benar persoalan tersebut.

Menurut Mohamad Rosihan, Ketua Bidang Keanggotaan & Business Development idEA, UMKM yang berada di luar Jawa tatangan terbesar ada di masalah logistik.

Meybi pernah punya pengalaman bagaimana sulitnya mengabulkan permintaan konsumen, ketika dihadapkan pada persoalan harga produk yang hanya Rp 27.500,- sementara ongkos kirimnya sebesar Rp 32.500,-

idEA sampai harus mengubah siasat dan membuat kluster UMKM karena kendala tersebut. Kemudian muncul kluster UMKM Lokal yang fokus pada pemasaran dan penjualan di kawasan sekitarnya.

Lalu, UMKM Nasional dengan jangkauan se-Indonesia dan sudah tidak dihadapkan pada persoalan logistik.

Terakhir UMKM Eksportir yang sudah memilik pasar global. Dengan peta dan pengelompokan seperti ini, menurut Rosihan, UMKM Lokal tidak perlu berambisi menggapai pasar nasional jika sistem distribusinya belum mendukung.

Namun, secara perlahan UMKM Lokal dapat berkolaborasi dengan UMKM-UMKM lainnya sehingga produk yang dihasilkannya dapat merambah ke pasar yang lebih luas.

Dalam sistem perdagangan elektronik, kini juga sudah didukung dengan pergudangan dan pedagang layer kedua dan seterusnya. Produk yang dijual sama, namun lebih ada jaminan rantai distribusi produk. Model seperti ini membuka peluang produk lokal terdistribusi secara nasional.

Perdagangan elektronik lokal secara tidak langsung akan menentukan strategi Go Online yang dpilih oleh setiap UMKM. Hal ini, menurut Rosihan juga berdampak pada daya saing produknya. Dengan kata lain daya saing UMKM daerah tergantung daya saing di wilayahnya.

“Sebenarnya semua usaha lokal seperti toko, penyedia jasa, produk hasil pertanian, perternakan, perikanan dan lain sebagainya yang ada di sebuah wilayah dapat dijual secara online untuk pasar lokal, sehingga tidak ada hambatan logistik. Atau dapat memunculkan layanan logistik mandiri di tingkat kabupaten, provinsi atau antar pulau,” jelas Rosihan.

Bila kekuatan perdagangan elektronik (baik penjual dan pembeli) hidup di daerah, maka secara otomatis akan memutar lebih cepat roda perekonomian daerah. Menurut Rosihan lagi, potensi terbesar di Indonesia sebenarnya ada di e-commerce lokal karena karakteristik produk lebih sesuai untuk konsumen lokal.

Jaringan telekomunikasi adalah tulang punggung ekonomi digital di Indonesia. Menurut Danny, hingga tahun 2022 nantinya sebanyak 7.904 desa di seluruh Indonesia akan berdiri BTS 4G.

Seiring dengan ketersediaan jaringan, ekosistem digital khususnya dari para pebisnis berskala UMKM pun mulai menjalankan roda ekonomi dan perdagangan. Tak terbayangkan jika bisnis Timor Moringa kini 100 persen lewat digital.

Strategi yang dibangun BAKTI Kominfo dan pemetaan UMKM oleh idEA telah mengubah wajah UMKM Lokal. Fokus pada pasar lokal saja dulu sembari membuat jejaring dengan pemain lokal lain atau nasional untuk membuka pasar lebih jauh.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved