Senin, 6 Oktober 2025

INACA Optimistis, Tahun Depan Penerbangan Sudah Bangkit, Bisa Tembus 70 Juta Penumpang

Industri penerbangan nasional kini berusaha untuk bangkit kembali, setelah hancur karena pandemi Covid-19.

Editor: Hendra Gunawan
ist
ilustrasi 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Industri penerbangan nasional kini berusaha untuk bangkit kembali, setelah hancur karena pandemi Covid-19.

Asosiasi perusahaan penerbangan nasional alias Indonesia National Air Carrier Association (INACA) pun melihat adanya tren pemulihan dengan sejumlah catatan.

Bukan hanya pada industri penerbangan domestik, bisnis aviasi pada tingkat global juga sangat terdampak oleh pandemi.

Ketua Umum INACA Denon Prawiraatmadja menyampaikan, pemulihan industri penerbangan tak bisa dilepaskan dari penanganan pandemi serta kebijakan yang diambil pemerintah di sektor transportasi.

Baca juga: Wakil Menteri BUMN: Secara Teknis Garuda Telah Bangkrut

Sejauh ini, Denon menyebut pengendalian kasus covid-19 dan gencarnya vaksinasi telah menumbuhkan pergerakan penumpang pesawat.

Meski tak merinci, tapi Denon memberikan gambaran bahwa secara umum, pergerakan penumpang sudah tumbuh positif di atas 50% dibandingkan tahun lalu.

"Pada 2020, angkanya dikisaran 23 juta penumpang. Tentu di 2021 ini kami berharap dengan aturan PPKM yang sudah rendah, bisa memberikan suatu prospek yang positif bagi industri penerbangan," kata Denon dalam sesi jumpa pers Rapat Umum Anggota (RUA) 2021 secara virtual, Kamis (18/11).

Denon bilang, INACA pun menyusun white paper terkait prospek industri penerbangan nasional yang dibuat bersama Universitas Padjajaran (Unpad).

Baca juga: Intan Jaya Berangsur Kondusif, TNI-Polri Kontrol Penerbangan dari Timika dan Nabire

INACA memproyeksikan pemulihan industri penerbangan domestik akan semakin baik pada tahun 2022, meski baru akan kembali ke level optimal pada 2024.

Sedangkan untuk penerbangan internasional diprediksi mulai membaik pada akhir tahun 2023, dan kembali ke level optimal pada tahun 2026.

Selain adanya pengendalian pandemi dan juga memperluas program vaksinasi, INACA juga berharap dukungan dari pemerintah untuk mendorong pemulihan industri penerbangan.

Denon mencontohkan adanya stimulus biaya Passenger Service Charge (PSC) yang diberikan oleh Kementerian Perhubungan pada Desember 2020 lalu.

Dia pun berharap regulasi pemerintah seperti Undang-undang No. 7 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan tidak bersifat disinsentif terhadap pemulihan industri penerbangan.

Baca juga: Aturan Terbaru Penerbangan Domestik Garuda Indonesia November 2021, Berikut Rincian Lengkapnya

"Pastinya INACA akan berkolaborasi dengan pemerintah terkait aturan yang dapat merelaksasi, agar proses recovery tidak terlalu lama.

Sehingga pada tahun 2023-2024 jumlah penumpang penerbangan domestik yang berjumlah 80% ini, bisa kembali seperti di 2018 atau 2019," terang Denon.

Di sisi lain, pemerintah berencana untuk menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 3 di seluruh wilayah, berlaku mulai 24 Desember 2021 sampai dengan 2 Januari 2022.

Mengenai dampak dari kebijakan ini terhadap industri penerbangan, sayangnya pihak INACA belum memberikan penjelasan secara spesifik.

Sekretaris Jenderal INACA Bayu Sutanto memahami, langkah yang diambil pemerintah tersebut untuk mengantisipasi kekhawatiran adanya euforia liburan di akhir tahun.

"Pada momentum Natal dan Tahun Baru dikhawatirkan terjadi peningkatan (kasus covid-19), karena yang terjadi di negara lain sama, akibat adanya semacam euforia perjalanan yang bebas," ungkapnya.

Baca juga: Lion Air Group Buka Lowongan Kerja Pramugari dan Pramugara, Lulusan SMA bisa Mendaftar

Dia berharap, langkah tersebut bisa mencegah munculnya gelombang ketiga penyebaran covid-19 yang masif pada awal tahun depan.

Dengan begitu, pemulihan ekonomi termasuk industri penerbangan bisa lebih optimal.

Dalam hal ini, Bayu memberikan sejumlah catatan. Pertama, program vaksinasi tetap harus digenjot oleh pemerintah hingga bisa mencapai level cakupan 70% pada pertengahan tahun 2022. Pasalnya sampai saat ini cakupan vaksinasi dosis kedua baru mencapai 41%.

Vaksinasi disebut Bayu sebagai game changer, yang bisa membuat tingkat kepercayaan diri calon penumpang meningkat.
Selain itu juga untuk menahan laju kasus covid-19 sehingga pembatasan mobilitas tidak lagi diperketat, atau bisa bertahan di PPKM level 1-2.

Kedua, Bayu melihat adanya semacam koreksi pasar, khususnya dari segmen korporasi. Sebelum pandemi, perjalanan bisnis untuk melakukan pertemuan (meeting) jamak dilakukan.

Namun saat ini, perusahaan lebih mengoptimalkan meeting secara digital.

Kendati begitu, pertumbuhan di penerbangan domestik masih tetap menjadi andalan. Sebab, pergerakan turis mancanegara masih akan terbatas.

"Jadi di 2022 masih pertumbuhan dari faktor domestik. Kuncinya, tingkatkan rate vaksinasi, termasuk program booster, suntikan ketiga, ini akan mempengaruhi tingkat pertumbuhan (di industri penerbangan)," jelas Bayu.

Dengan mempertimbangkan statistik pergerakan penumpang saat ini dan faktor-faktor pendorongnya, Bayu memprediksi pada tahun 2022 bisa menembus hingga 60 juta - 70 juta penumpang.

Tapi, selama pandemi belum teratasi, Bayu menegaskan bahwa proyeksi di industri penerbangan bisa cepat berubah mengikuti situasi.

"Pandemi menjadi faktor koreksi, dengan asumsi dan parameter yang sama, belum tentu bisa mengikutinya. Bisa saja di 1-2 bulan ke depan ada perubahan (kebijakan) prokes dan pembatasan," ujar Bayu.

Industri penerbangan masih tertatih

Dihubungi terpisah, Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) Irfan Setiaputra juga belum menjabarkan secara rinci mengenai prospek kinerja bisnis di industri penerbangan.

Apalagi, maskapai penerbangan nasional ini pun sedang berjibaku untuk bisa selamat dengan melakukan restrukturisasi.

"Kami sudah masukan proposal (restrukturisasi). Ke depan kami terus fokus. Tapi proyeksi itu akan sangat terpengaruh situasi," kata Irfan saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (18/11).

Merujuk pada keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia, kinerja GIAA (parent only) hingga September 2021 mencatatkan total pendapatan sebesar US$ 568 juta.

Namun GIAA membukukan total biaya operasional sebesar US$ 1,29 miliar.

Sedangkan jumlah penumpang GIAA hingga September 2021 sebanyak 2,3 juta pax. Hingga akhir tahun diproyeksikan sebanyak 3,3 juta, yakni 17% dari jumlah pax di tahun 2019 sebelum pandemi covid-19.

Pengamat dari Jaringan Penerbangan Indonesia (Japri) Gerry Soejatma juga memperkirakan industri penerbangan hingga akhir 2021 hanya akan tumbuh secara perlahan.

Melonjaknya kasus covid-19 akibat varian delta yang berujung pada PPKM darurat menjadi kendala utama industri penerbangan di tahun ini.

Efek PPKM ketat pada tengah tahun 2021 sempat membuat penumpang jatuh ke level di sekitar masa PSBB pada 2020.

Pemberlakuan PPKM level 3 pada 24 Desember 2021 hingga 2 Januari 2022 juga menimbulkan kekhawatiran pengetatan syarat perjalanan, misalnya jika kembali diberlakukan wajib test PCR.

Selain soal biaya tambahan, syarat PCR menyulitkan penumpang lantaran hasil PCR tidak bisa cepat jadi seperti Rapid Antigen.

"Jadi pertanyaan, PPKM level 3 secara nasional bagaimana dampaknya? untuk kegiatan wisata di tujuan wisata sepertinya tidak akan terlalu terpengaruh separah ke sektor transportasi. Tapi banyak kekhawatiran nantinya diterapkan PCR sebagai syarat perjalanan," tandas Gerry. (Ridwan Nanda Mulyana)

Sumber: Kontan

Sumber: Kontan
Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved