Kamis, 2 Oktober 2025

Faisal Basri Ingatkan Jokowi: Negara Bisa Bangkrut Jika Tak Lakukan Upaya Luar Biasa

Awalnya, Faisal menyebut kebangkrutan Indonesia bermula dari sejumlah proyek dari dana APBN dengan nilai besar, tetapi nilai imbal hasil yang kecil

Seno Tri Sulistoyono/Tribunnews.com
Ekonom senior Faisal Basri. Faisal Basri Ingatkan Jokowi: Negara Bisa Bangkrut Jika Tak Lakukan Upaya Luar Biasa 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ekonom senior Faisal Basri menilai Indonesia dapat mengalami kebangkrutan jika Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak melakukan upaya yang luar biasa. 

Awalnya, Faisal menyebut kebangkrutan Indonesia bermula dari sejumlah proyek dari dana APBN dengan nilai besar, tetapi memiliki nilai imbal hasil yang kecil. 

"Kebangkrutannya mulai dari sini (investasi besar hasilnya kecil). Jadi negara itu mengeluarkan sesuatu untuk belanja modalnya 50 persen lebih banyak, untuk menghasilkan hal yang sama dibandingkan pemerintahan sebelumnya. Borosnya luar biasa ini," ujar Faisal secara virtual, Rabu (13/10/2021).

Faisal mencontohkan, pengelolaan eksplorasi gas Blok Masela di Maluku Selatan, berdasarkan kajian ilmial seharusnya dilakukan offshore, tetapi Presiden Jokowi memutuskan onshore. 

"Ini menyebabkan kerugian negara begitu besar dan akhirnya negara tidak sanggup. Lalu kalau tidak salah, Waskita jual jalan tol Rp 2 triliun padahal investasinya Rp 11 triliun. Ini lama-lama bisa bangkrut," papar Faisal. 

Kesalahan investasi pada proyek yang hanya menghamburkan uang negara, tanpa imbal hasil seimbang, dinilai Faisal kebangkrutan negara dapat lebih cepat sebelum 2024.

Baca juga: Faisal Basri: Investasi Kereta Cepat Jakarta-Bandung, Sampai Kiamat Tidak Balik Modal

"Kebangkrutan itu tidak terlalu lama, sebelum 2024. Republik ini sudah bangkrut, pemerintah ini sudah bangkrut. Kecuali kalau kita melakukan upaya-upaya luar biasa," tuturnya. 

Selain itu, Faisal juga mengkritik proyek Bandara Kertajati, kereta cepat Jakarta - Bandung yang gunakan APBN, kemudian Pelabuhan Kuala Tanjung dibangun dekat Belawan, dan LRT di Palembang. 

"Dibangun proyek yang tidak karu-karuan ini," ucap Faisal.

Ekonom senior Faisal Basri
Ekonom senior Faisal Basri (Seno Tri Sulistoyono/Tribunnews.com)

Proyek KCJB Dinilai Hanya Buang Anggaran

Ekonom senior Faisal Basri menilai sejumlah proyek infrastruktur yang digarap pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) hanya membuang anggaran negara.

"Dibangun proyek yang tidak karu-karuan. Kereta cepat Jakarta - Bandung yang tadinya business to business, sebentar lagi mau disuntik pakai APBN," kata Faisal secara virtual, Rabu (13/10/2021).

Menurut Faisal, sejak awal proyek kereta cepat sudah ditolak saat rapat koordinasi pada tingkat pemerintah, berdasarkan kajian konsultan independen yakni Boston Consulting Group.

"Boston Consulting Group ini dibayar Bappenas bekerja untuk dua minggu senilai 150 ribu dolar AS, menolak dua proposal (proyek kereta cepat Jakarta - Bandung)," paparnya.

"Tapi Rini Soemarno (Menteri BUMN saat itu) yang berjuang (agar proyek kereta cepat berjalan). Menteri lainnya banyak menolak, tapi Rini ngotot," sambung Faisal.

Baca juga: Faisal Basri : Proyek KCJB Bisa Berdampak pada Citra Presiden Jokowi di Akhir Jabatan

Adanya kesalahan langkah tersebut, kata Faisal, masyarakat kini menjadi korbannya karena harus ikut membiayai proyek kereta cepat Jakarta - Bandung melalui APBN.

"Sebentar lagi rakyat membayar kereta cepat, yang barangkali ongkosnya Rp 400 ribu sekali jalan, dan diperkirakan sampai kiamat pun tidak balik modal," ujar Faisal.

Selain itu, Faisal juga menyebut proyek Bandara Kertajati di Majelengka, hingga LRT di Palembang, hanya sebagai penghaburan uang negara karena tidak ada manfaatnya.

"Bandara Kertajati lebih baik barang kali jadi gudang ternak saja. Kemudian, Pelabuhan Kuala Tanjung dibangun dekat Belawan, lalu LRT di Palembang," paparnya.

Diketahui, Presiden Jokowi mengubah komitmennya di proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.

Baca juga: Jokowi akan Bangun Green Industrial Park Pertama di Dunia

Pada awalnya, Jokowi ingin proyek tersebut tidak memakai dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), tapi saat ini dapat menggunakan anggaran negara.

Melalui Peraturan Presiden Nomor 93 Tahun 2021 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat antara Jakarta dan Bandung, Jokowi memberikan izin dana APBN dipakai untuk mendukung pembangunan proyek tersebut.

Kebijakan ini diambil karena pembangunan infrastruktur satu ini terkendala dan biaya proyeknya membengkak.

Estimasinya, kebutuhan dana proyek semula sekitar 6,07 miliar dolar AS atau sekitar Rp86,67 triliun (kurs Rp14.280 per dolar AS) melonjak jadi 8 miliar dolar AS atau Rp114,24 triliun.

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved