Minggu, 5 Oktober 2025

Pasar E-commerce Masih Bisa Terus Tumbuh, Konsumen Potensial di Pedesaan Belum Tergarap

Banyak investor melirik sektor marketplace di Indonesia untuk menarik konsumen karena peluang ekonominya sangat besar.

Penulis: Hendra Gunawan
Editor: Choirul Arifin
kemenkeu
Ilustrasi 

TRIBUNNEWS.COM – Industri e-commerce di Indonesia terus menggeliat. Banyak investor melirik sektor marketplace di Indonesia untuk menarik konsumen karena peluang ekonominya sangat besar.

“Banyak investor di sekitar saya antusias dengan bisnis e-commerce di Indonesia, setelah melihat sektor ini berkembang pesat dalam satu tahun terakhir. Gross Merchandise Value (GMV) naik hampir dua kali lipat, kenaikan valuasi unicorn menunjukkan adanya peluang bisnis yang menjanjikan di sektor e-commerce,” ungkap Founder Shox Rumahan, Ertan Sonat Yalcinkaya dalam keterangan persnya, Rabu (14/7/2021)..

Namun, Kaya, sapaan Ertan Sonat Yalcinkaya, menilai aktivitas e-commerce di Indonesia masih terbatas pada kota-kota besar atau tier-1.

Dengan 10,56 juta penduduk, Jakarta kurang dari 5 persen populasi Indonesia tetapi berkontribusi sekitar 58% dari total pengguna perdagangan elektronik. Pemain e-commerce besar juga menyasar pengguna dari kawasan urban.

Baca juga: BEI : e-Commerce Raksasa IPO akan Naikkan Bobot IHSG di Internasional 

Data ini hanya merepresentasikan 10persen dari total ritel di Indonesia. Berpengalaman dalam e-commerce Cambrian explosion (ledakan Kambrium) di China selama menjadi Head of Global Midea, Kaya memproyeksikan akan ada ledakan pertumbuhan yang sama di Indonesia.

Baca juga: Akademi Bhinneka Tantang Mahasiswa Bangun Industri B2B e-Commerce 

“Pasar ritel e-commerce China 6 kali lipat lebih besar daripada Indonesia dan penetrasi pasar di kota-kota tier-2 lebih didorong oleh social-commerce. Dalam 5-10 tahun mendatang kita akan melihat kemunculan unicorn dari Indonesia yang menyasar pasar kota-kota tier-2 untuk merujuk ke model social-commerce yang sama,” ujar Kaya.

Data ekosistem logistik menunjukkan 60-70 persen pengiriman produk e-commerce memiliki tujuan ke kawasan Jabodetabek.

Baca juga: Ingin Views Instagram Reels Meningkat? Kuasai Trik Berikut Ini!

Kaya melihat pasar e-commerce masih memiliki banyak ruang untuk tumbuh di Indonesia dan pertumbuhan tertinggi didorong oleh 190 juta masyarakat perdesaan dengan lebih dari 130 juta penduduk perdesaan yang tidak memiliki rekening bank dan belum mengenal e-commerce.

Hal ini disadari oleh Ertan Sonat Yalcinkaya untuk mengelola bisnis marketplace di mancanegara.

Jeli melihat peluang, Ertan Sonat Yalcinkaya mendirikan marketplace penyedia peralatan rumah tangga bernama Shox Rumahan.

Bekerja sama dengan Vyani Manao sebagai co-founder, pihaknya kini merambah bisnis marketplace dengan menyasar pasar pengguna peralatan rumah tangga di pelosok Indonesia.

Vyani adalah pendiri start-up Pakde. Platform penyedia layanan pergudangan ini kemudian diakuisisi start-up pengembang platform agregator logistik bernama Shipper. Akuisisi Pakde berkontribusi pada pertumbuhan Shipper hingga 50 kali lipat.

Peluang Besar di Pelosok

Lebih dari separuh penduduk Indonesia yang tinggal di perdesaan belum tersentuh layanan marketplace.

Menurut Kaya, untuk menyasar pasar penduduk perlu ada model bisnis berbeda karena kebanyakan pembeli sulit dijangkau, tidak memiliki rekening bank dan tidak percaya solusi teknologi.

Pemain e-commerce tidak dapat menerapkan model bisnis B2C bagi pengguna di pelosok meski pola tersebut sukses di tempat lain.

Pria yang berpengalaman mengembangkan e-commerce di 30 negara itu juga melihat faktor kepraktisan membuat pemain besar tetap memprioritaskan eksistensi mereka di kota-kota tier-1 meski daya beli masyarakat perdesaan akan tumbuh hampir 50 persen.

Bagi pemain e-commerce, lebih mudah memanfaatkan dan meningkatkan jumlah infrastruktur yang telah mereka bangun. Artinya, akan ada banyak peluang bagi pelaku bisnis yang menyasar pasar rural.

Walau demikian, Kaya menilai ada teka-teki perdagangan elektronik di kawasan perdesaan yang harus diatasi. Sebab, tidak mudah menggarap pasar rural. “Jika semudah itu, sudah banyak pemain e-commerce yang melakukannya.”

Menurut Kaya, langkah pertama yang harus dilakukan ialah membaca dan memahami perilaku konsumen dan komunitas di perdesaan.

Perdagangan elektronik telah berevolusi dan mempunyai keterikatan kuat dengan rantai pasok e-commerce di Asia Tenggara, China tetap menjadi titik referensi untuk pemain e-commerce Indonesia.

Berpengalaman mengelola e-commerce di China, Kaya melihat social-commerce seperti Pinduoduo dan Shihuituan menjadi kunci bagi pemain e-commerce untuk mengatasi kesenjangan dan melompat dari industri ritel tradisional.

“Saya optimistis social-commerce dapat menjadi jalan untuk mengaktifkan komunitas perdesaan di Indonesia dalam perdagangan elektronik. Itulah sebabnya tim saya mencoba memperkenalkan model operasi perdagangan sosial ke komunitas perdesaan,” ungkap Kaya.

Social-commerce juga akan berbeda di Indonesia. Alasan pertama ialah faktor geografis dan logistik. China merupakan daratan besar yang terpusat.

Sementara Indonesia adalah negara kepulauan yang tersebar sehingga memicu tidak efisiennya rantai pasok dan berdampak pada tingginya biaya logistik.

Alasan kedua, infrastruktur. Walaupun berbagai usaha dalam e-commerce telah berinvestasi pada infrastruktur, Indonesia belum memiliki ekosistem teknologi terintegrasi seperti China.

Indonesia tidak mempunyai aplikasi super seperti WeChat. Banyak aplikasi social-commerce di China menyematkan beragam fitur pada platform WeChat. Ekosistem teknologi seperti ini tidak ditemui di Indonesia.

Meski China memiliki pondasi e-commerce yang kuat, Indonesia tidak dapat sepenuhnya mengadopsi bisnis model dari sana. “Perlu ada penyesuaian, terutama bagi perekonomian di pelosok Indonesia,” terang Kaya.

Tarik Rural ke Ritel

Kaya melihat raksasa e-commerce Indonesia mengabaikan faktor-faktor tersebut sehingga efek trickle-down dalam ekonomi yang mereka rancang tidak akan bekerja di komunitas perdesaan.

Pemain tradisional e-commerce memfasilitasi persaingan dengan sangat baik. Mereka mendaftarkan sebanyak mungkin penjual dan mendorong sebanyak mungkin Stock Keeping Unit (SKU) di pasar.

Model ini menjaga harga tetap rendah, tetapi hanya bagi pembeli di kota tier-1. Sedangkan bagi pembeli di perdesaan harga menjadi tidak ekonomis akibat tingginya biaya pengiriman.

Tanpa penghematan biaya, sistem e-commerce tidak lagi menarik bagi pembeli di pelosok, terutama jika produk tidak sesuai kebutuhan.

Shox Rumahan mengatasi permasalahan ini dengan membalik piramida dan berfokus menarik komunitas perdesaan ke e-commerce.

“Daripada mendorong pembeli dengan banyak produk, Shox Rumahan hanya menyediakan produk yang mereka inginkan. Ini bukan sekadar lokalisasi, tetapi hiperlokalisasi. Jarum jauh lebih mudah ditemukan di tumpukan jerami yang jauh lebih sedikit,” tutur Kaya.

"Agen kami memainkan peran besar dalam sistem piramida terbalik ini. Para ketua komunitas di pelosok mengetahui persis kebutuhan penduduk di perdesaan dan berbelanja atas nama mereka. “Ini adalah situasi win-win bagi kedua belah pihak,” tegas Kaya.

Pembeli di perdesaan dapat membeli produk Shox Rumahan dengan harga sama seperti pembeli di Jakarta karena tidak ada mark-up, mengambil fasilitas cicilan 5-10 kali pembayaran, dan waktu pengiriman barang yang lebih singkat.

Shox Rumahan menawarkan harga sama seperti di kota besar karena target pembelinya adalah level RT, bukan individu. Average Order Value (AOV) Shox Rumahan saat ini melampaui Rp 3 juta yang berarti 5-10 kali lipat pemain social-commerce agent-based models lain.

Pemesanan dalam jumlah besar memudahkan Shox Rumahan menekan biaya logistik karena biaya pengiriman dapat dikurangi 5-10 kali lipat, tergantung luas desa.

“Kami dapat menyediakan lebih banyak alternatif bagi komunitas sembari membangun kepercayaan melalui agen-agen penjualan,” ujar Kaya.

Strategi tersebut lebih efektif dalam mengakuisi pengguna karena biaya akuisisi pengguna di komunitas pelosok bisa ditekan hingga 1o kali lipat lebih ekonomis daripada pemain e-commerce lain. Pelanggan juga akan bertahan karena mereka melihat nilai sebenarnya.

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved