Menkeu Kesulitan Cocokkan Data Perpajakan karena Nomor Identitas Terlalu Banyak
Menkeu mengakui tantangan pemerintah dalam mencocokan data perpajakan karena data identitas WNI yang terlalu banyak
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui tantangan pemerintah dalam mencocokan data perpajakan karena data identitas warga negara Indonesia yang terlalu banyak.
Menurut dia, setiap WNI paling tidak memiliki sekitar 40 nomor identitas.
Baca juga: Kemlu RI: 4.675 WNI Terkonfirmasi Covid-19 di Luar Negeri, 1 Meninggal Dunia di Bahrain
"Satu penduduk Indonesia bisa memiliki 40 nomor identitas, nomor identitas ini tersebar di seluruh lembaga atau instansi. Di Kementerian Keuangan memiliki nomor identitas sendiri-sendiri, Bea Cukai memiliki sendiri, Pajak juga memiliki sendiri kemudian semuanya itu kita satukan," kata Sri Mulyani dalam webinar nasional yang digelar Universitas Pelita Harapan, Jumat (28/5/2021).
Menkeu menegaskan bahwa setiap penduduk tidak hanya memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK) tetapi ada beberapa data identitas lainnya seperti paspor hingga nomor pokok wajib pajak (NPWP).
Diakuinya hal ini menyulitkan pemerintah saat hendak melakukan konsolidasi data matching untuk integrasi data.
Baca juga: Kabaintelkam Beberkan Identitas 9 Kelompok Teroris KKB yang Masih Aktif di Papua
"Nomor identitas satu warga kita berbeda sehingga ketika kita ingin melakukan konsolidasi data matching menjadi suatu tantangan yang luar biasa," lanjutnya.
Persoalan data identitas ini ujungnya menyulitkan dalam keperluan perpajakan.
Baca juga: Megawati Sebut Penerapan SIN Pajak Dapat Mencegah Korupsi
Menkeu Sri Mulyani menekankan bahwa negara membutuhkan common identifier atau identitas pengenal umum sehingga pemerintah mudah menghimpun informasi terkait transaksi, aset, atau keterangan lainnya dari wajib pajak.
"Kementerian Keuangan sedang berupaya melakukan integrasi data, khususnya di sektor finansial. Langkah ini sejalan dengan inisiatif pemerintah melangsungkan program satu data yang telah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2019," terang dia.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini mengatakan bahwa data dewasa ini menjadi sumber daya yang penting diperhitungkan bahkan melampaui kepentingan perminyakan.
“Majalah ekonomi 2017 mengatakan the world most value the resource is no longer oil but data. Sumber daya yang penting di dunia ini tidak lagi dalam bentuk SDA seperti minyak akan tetapi data,” ujar Srimul.
Di era digital, seluruh lembaga negara harus bisa mengumpulkan, mengelola, menganalisis, hingga menggunakan data di tengah kemajuan teknologi, tak terkecuali Direktorat Jenderal Pajak.
Menkeu meminta Ditjen Pajak mampu membangun reformasi perpajakan dan menghimpun potensi penerimaan pajak berbasis data.