Virus Corona
Ekonom INDEF: Indonesia Saat Ini Hadapi Tiga Krisis Sekaligus
Bhima Yudhistira menyebutkan faktor yang membuat masyarakat menilai kondisi ekonomi Indonesia saat ini sangat buruk.
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ekonom INDEF Bhima Yudhistira menyebutkan faktor yang membuat masyarakat menilai kondisi ekonomi Indonesia saat ini sangat buruk.
Satu diantaranya karena dipicu pelebaran defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang mencapai 6,72 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau sebesar Rp 1.028,6 triliun.
"Di satu sisi pemerintah perlebar defisit APBN karena penerimaan negara anjlok," ujar Bhima, kepada Tribunnews, Senin (8/6/2020) sore.
Baca: Hasil Survei Sebut Ekonomi Saat Ini Buruk, Pengamat INDEF: Masyarakat Berhak Beropini
Hal tersebut sesuai dengan apa yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani pada video conference yang digelar Senin (18/5/2020) lalu, bahwa defisit APBN 2020 akan melebar hingga 6,72 persen dari PDB.
"Karena itu APBN defisit Rp 1.028,6 triliun atau 6,72 persen dalam rangka menalangi dan mendorong perekonomian agar bertahan di tengah tekanan Covid-19, dan itu diharap bisa pulih lagi," kata Sri Mulyani, pada kesempatan tersebut.
Baca: Ekonom INDEF: Penguatan Rupiah Bersifat Temporer dan Rentan Terkoreksi
Selanjutnya, Bhima menambahkan, naiknya premi BPJS Kesehatan untuk kelas I dan II serta adanya program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) juga menjadi indikasi penilaian masyarakat bahwa ekonomi negara ini tengah terpuruk di masa pandemi virus corona (Covid-19).
"Iuran BPJS Kesehatan malah naik dan ada Tapera juga yang melemahkan daya beli pekerja," jelas Bhima.
Menurutnya, saat ini Indonesia tidak hanya menghadapi krisis ekonomi saja, namun juga krisis kesehatan dan psikologis masyarakat.
"Akumulasi itu semua bisa disimpulkan kita menghadapi tiga krisis sekaligus, krisis kesehatan, ekonomi dan psikologis masyarakat," tegas Bhima.
Baca: Selain Tangani Kesehatan, Pemerintah Fokus Pada Pemulihan Ekonomi di Fase New Normal
Karena kondisi yang terjadi saat ini, kata dia, lebih parah jika dibandingkan dengan krisis ekonomi yang terjadi pada 1998 dan 2008 silam.
Karena krisis pada 2020 ini, dampaknya benar-benar dirasakan masyarakat secara langsung.
"Situasinya jelas beda dari 1998 dan 2008, tahun ini akan lebih berat bagi seluruh lapisan masyarakat," kata Bhima.
Sebelumnya, ia juga menanggapi wajar terkait tingginya persentase masyarakat yang berpendapat bahwa ekonomi saat ini sangat buruk.
Baca: Survei Kantor Kabinet: Indeks Ekonomi Jepang Meningkat Tipis
Ia menyebut masyarakat memiliki hak untuk 'beropini' terkait kondisi ekonomi yang terjadi saat ini di Indonesia di tengah pandemi.
Persentase hasil survei dari sebuah lembaga survei tanah air mengenai tanggapan masyarakat atas perekonomian bangsa pun dianggap sebagai hal yang wajar.
"Terkait survei, masyarakat berhak untuk beropini kondisi ekonomi saat ini memang sangat buruk," papar Bhima.
Indikasi yang terlihat dari data-data yang ada juga menggambarkan rendahnya pertumbuhan ekonomi negara ini di kuartal pertama.
Bhima pun memprediksi pertumbuhan ekonomi di kuartal kedua bisa makin melambat.
"Bahkan untuk kuartal kedua (pertumbuhannya) bisa minus," tutur Bhima.
Selanjutnya, indikasi yang membuat masyarakat menilai ekonomi bangsa saat ini tengah terpuruk adalah terjadinya gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang cukup tinggi karena dampak pandemi ini.
Selain itu, banyak pula karyawan yang terpaksa 'dirumahkan' tanpa memperoleh kompensasi atau gaji.
"Kemudian gelombang PHK tembus 2 juta orang lebih, belum termasuk yang dirumahkan tanpa digaji," pungkas Bhima.
Sebelumnya, lembaga survei Indikator Politik Indonesia telah merilis hasil survei terkait kondisi ekonomi Indonesia saat terjadinya pandemi.
Dari hasil survei yang dilakukan terhadap 1.200 responden melalui sambungan telepon pada 16 hingga 18 Mei 2020 itu, menghasilkan angka sebanyak 57,6 persen responden menilai ekonomi saat ini buruk.
Sementara 23,4 persen responden lainnya menilai sangat buruk.
Pertanyaan yang diajukan terhadap para responden ini yakni 'bagaimana ibu atau bapak melihat keadan ekonomi nasional pada umumnya sekarang?'.
Sementara rincian untuk persentasenya adalah sebanyak 57,6 persen menjawab buruk, dan 23,4 persen menjawab sangat buruk.
Lalu 8,9 persen menjawab sedang, kemudian 1,2 persen menjawab baik, 5,5 persen menjawab sangat baik, serta 3,4 persen menjawab tidak tahu atau tidak menjawab.