DPR Dorong Mendag Lobi China untuk Tingkatkan Ekspor
ekspor Indonesia juga harus terus digenjot dengan memanfaatkan perang dagang antara Amerika Serikat dengan China.
"Nah itu bisa dipakai," katanya.
Namun, Indonesia harus memiliki barang yang kompetitif agar China tertarik. Menurutnya, produk Indonesia masih kalah dengan milik China.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Pingkan Audrine Kosijungan di lain kesempatan menilai untuk tingkatkan ekspor pemerintah harus mencari produk yang mempunyai nilai tambah. Juga harus diperhatikan produknya memang produk olahan.
"Sehingga harga jual ekspor lebib tinggi dibandingkan dengam produk mentah. Bisa manufaktur," katanya.
Tetapi itu tergantung dengan negara tujuan ekspor.
Menurutnya, Kemendag bisa petakan kerja sama dengam Kemenlu.
Di kesempatan terpisah, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Yunita Rusanti mengatakan, surplus yang terjadi memang tidak begitu besar, atau tepatnya USD 196 juta pada bulan Juni.
Yunita mengatakan, momen ini diduga juga akibat imbas perang dagang AS dengan China.
"Sebenarnya kita ada peluang lagi meningkatkan ekspor, bisa dilihat komoditas apa yang bisa dipasok ke China dan juga Amerika," ujarnya.
Komoditas ekspor ke China yang cukup besar, kata dia, adalah batu bara, Crude Palm Oil (CPO), besi dan baja.
Dirinya pun memprediksi ekspor CPO ke China masih bisa digenjot lagi.
Pemerintah, katanya bisa mendorong lagi melakukan upaya-upaya baik internal maupun eksternal meningkatkan ekspor ini. Antara lain Menteri Perdagangann bisa melakukan lobi-lobi ke negara tujuan ekspor seperti China.
"Ini PR semua (menteri terkait) lah, bisa melakukan upaya-upaya agar momen perang dagang AS China ini bisa kita manfaatkan," katanya.
Yunita menyebut, faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap neraca perdagangan yakni kondisi ekonomi dunia yang masih lemah. Meski demikian pemerintah bisa terus melakukan berbagai upaya.
Diketahui, Kementerian Perdagangan (Kemendag) berupaya menekan angka defisit perdagangan Indonesia dengan China yang sebesar 18,41 miliar dolar AS pada 2018.