Jumat, 3 Oktober 2025

Peluncuran Panduan Praktis Penanganan Konflik Berbasis Lahan

Studi lain memperkirakan adanya kenaikan biaya konsumsi hingga 2 kali lipat yang harus ditanggung oleh masyarakat yang terdampak konflik lahan

Editor: Eko Sutriyanto
zoom-inlihat foto Peluncuran Panduan Praktis Penanganan Konflik Berbasis Lahan
ist
ilustrasi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Studi yang diinisiasi Conflict Resolution Unit (CRU)- Indonesia Business Coalition on Sustainable Business (IBCSD) pada tahun 2006, diperkirakan kerugian berwujud yang terjadi akibat terjadinya konflik berbasis lahan antara masyarakat dan dunia usaha mencapai sekitar US $ 70.000 - 2.500.000.

Hal tersebut berasal dari resiko hilangnya potensi pendapatan dan hilangnya kesempatan, termasuk kehilangan laba, staf, biaya hukum, kompensasi, atau naiknya biaya produksi.

Lerugian tak berwujudnya berpotensi mencapai sekitar US $ 600 ribu hingga USD 9 juta.

Studi  lain memperkirakan adanya kenaikan biaya konsumsi hingga 2 kali lipat yang harus ditanggung oleh masyarakat yang terdampak konflik berbasis lahan. 

Kenaikan ini terutama dipicu oleh menghilangnya hasil hutan untuk konsumsi yang semula dapat diperoleh secara cuma-cuma.

Berangkat dari studi tersebut, Kamar Dagang dan (KADIN) Indonesia bersama IBCSD meluncurkan panduan praktis penanganan konflik untuk perusahaan berbasis lahan. Panduan ini diluncurkan pada 29 November 2018 di Jakarta.

Baca: Penyidik Berhak Panggil Paksa Eko Patrio Terkait Kasus Sengketa Lahan Kantor DPW PAN DKI

Hadir dalam peluncuran tersebut, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Sofyan Djalil yang memberikan pidato kunci, Duta Besar Kerajaan Inggris Mr. Moazzam Malik dan Presiden IBCSD, Shinta W. Kamdani 

Peluncuran paduan tersebut juga didasari atas kesadaran akan pentingnya membangun sistem pengelolaan konflik yang efektif dan tepat guna dalam setiap tahap pembangunan yang berkelanjutan.

Dengan terbangunnya kesadaran, setiap pihak termasuk pelaku usaha dapat mulai berkontribusi terhadap upaya penanganan konflik yang disesuaikan dengan kemampuan masing-masing.  

Panduan yang disusun oleh kemitraan antara CRU, unit resolusi konflik yang diinkubasi IBCSD, bersama jejaring Kadin dan Kadinda seluruh Indonesia ini ditujukan menjadi salah satu alat praktis untuk penanganan konflik terkait lahan.

Didalamnya memuat paduan bagi pelaku usaha yang sedang terlibat konflik dalam memilih forum dan cara penyelesaian konflik, termasuk tahapan penyelesaian konflik yang dapat dirujuk oleh perusahaan.

Paduan ini juga bisa digunakan bagi perusahaan yang  telah memiliki prosedur penyelesaian konflik namun ingin memperbaiki ataupun perusahaan yang sedang menyusun prosedur penyelesaian konfliknya. Tidak menutup kemungkinan  paduan ini juga dapat digunakan sebagai rujukan perusahaan sektor lainnya.

Baca: Lahan Kosong di Tambun Utara Jadi Tong Sampah, Dinas Terkait Mengaku Sulit Awasi Warga

"Perlu kesadaran untuk mengelola konflik, agar kerugian dapat diminimalisir dan dapat menjadi titik awal hubungan yang baru yang lebih konstruktif mengingat konflik menyebabkan kerugian bagi semua pihak,”ujar Shinta W. Kamdani, President IBCSD saat Peluncuran Panduan Praktis Penanganan Konflik Berbasis Lahan di Jakarta, Kamis (29/11/2018).

Shinta menambahkan bawa Panduan ini disusun sebagai salah satu alat untuk bisa membantu perusahaan menangani konflik secara efektif, agar bisnis dapat dijalankan sesuai dengan perencanaan dan berjalan selaras dengan kepentingan masyarakat.

Menteri ATR/BPN, Sofyan Djalil yang juga hadir pada Peluncuran Panduan Praktis tersebut mengatakan, pemerintah sangat serius dalam menangani konflik lahan.

Beberapa upaya telah dilakukan. Oleh karena itu kami sangat mendorong upaya yang dilakukan KADIN, seperti hari ini bersama IBCSD dan UKCCU dalam menangani konflik.”

Ditambahkan Sofyan, Penyelesaian melalui pengadilan tata usaha negara dan/atau peradilan umum pada umumnya membutuhkan waktu yang lama.

Tidak sedikit salah satu pihak merasa tidak puas dengan putusan pengadilan yang dijatuhkan, dan  melakukan berbagai upaya  hukum yang ada, sehingga penyelesaian sengketa menjadi berlarut-larut.

Untuk arbitrase sendiri untuk penyelesains sengketa tanah, sampai sekarang belum ada yang memanfaatkannya. Mekanisme Alternatif dispute resolution lain  menjadi penting di dalam konteks konflik pertanahan untuk memperoleh win win solution.

Sejumlah perwakilan dari pelaku usaha hadir  dalam acara tersebut, diantaranya PT Rimba Makmur Utama, PT Riau Andalan Pulp & Paper, Sintesa Group dan Siam Cement Group Indonesia.

Dunia usaha menyambut baik disusunnya panduan ini. Diharapkan, dengan semakin baiknya prosedur penyelesaian konflik, akan membantu dalam mereduksi jumlah konflik berbasis lahan hingga mendorong pertumbuhan iklim bisnis yang berkelanjutan. 

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved