Prediksi Analis: Rupiah Berpeluang Terus Melemah dan Sentuh Level Rp 16.000 di Akhir 2018
Analis Senior CSA Research Institue Reza Priyambada berpendapat, ada beberapa faktor yang menyebabkan Rupiah kian tergerus.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Syahrizal Sidik
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang sejak awal tahun depresiasinya mencapai 12,39 persen ke level Rp 15.235 per dolar AS.
Analis Senior CSA Research Institue Reza Priyambada berpendapat, ada beberapa faktor yang menyebabkan Rupiah kian tergerus.
Pertama, bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve yang berencana kembali menaikkan tingkat suku bunga acuannya.
Sentimen tersebut membuat laju dolar kian digdaya. “The Fed menginginkan suku bunga dinaikkan, karena mereka merasa yakin ekonomi Amerika akan baik,” kata Reza, kepada Tribunnews.com, Kamis (11/10/2018).
Baca: Kisah Merry Jadi Asisten Raffi Ahmad: Terima Endorse, Gaji Puluhan Juta dan Beli Mobil
Faktor selanjutnya adalah dampak sentimen kenaikan harga minyak dunia yang saat ini menembus level 80 dolar AS per barrel.
Reza menilai, melemahnya rupiah hingga ke level Rp 15.200 per dolar AS sekarang di luar perkiraan.
Baca: Dirut Pertamina Akhirnya Buka-bukaan Soal Kenaikan Harga Premium yang Tiba-tiba Dianulir Jokowi
“Sebelumnya dolar berada di kisaran Rp 12.600 - Rp 12.900 kemudian perkiraan tahun ini di kisaran Rp 12.500 - Rp 13.000, yang terjadi terus ambrol,” kata Reza.
Bukan tidak mungkin, dengan kondisi seperti sekarang, jika tidak ditangani dengan cepat, Rupiah bisa kian melemah lagi.
Baca: Harga Premium Diumumkan Naik Mendadak Dibatalkan, Gerindra: Koordinasi Pemerintahan Jokowi Buruk
“Level Rp 15.800 sampai ke Rp 16.000 per dolar AS dimungnkan kalau tidak ada upaya mencegahnya,” ujarnya.
Reza menilai, selama ini kebijakan yang sering dilakukan untuk meredam pelemahan Rupiah melalui kebijakan moneter dengan menaikkan tingkat suku bunga acuan BI 7days Reverse Repo Rate yang saat ini sudah di level 5,75 persen.
“Kenaikan suku bunga yang terjadi gak banyak pengaruh, cadangan devisa kita anjlok, suku bunga naik yang ada membuat perbankan ikut naikkan bunga kredit. Artinya suku bunga dinaikkan jika perbaikan fiskal tidak dilakukan, yang ada kita seperti menggarami lautan,” kata dia.