Kamis, 2 Oktober 2025

Gejolak Rupiah

Analisis Hary Tanoe Seputar Pelemahan Rupiah Beserta Strategi dan Solusinya

Hary menilai ada perbedaan signifikan antara situasi saat ini dengan kondisi Indonesia di 1998 waktu diterpa krisis moneter.

Tribunnews.com/Seno Tri Sulistiyono
Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum DPP Partai Perindo, Hary Tanoesoedibjo memaparkan analisisnya terkait strategi dan solusi atas pelemahan nilai tukar rupiah atas dolar Amerika.

Pada sebuah sesi wawancara (simak videonya di sini dan di link ini), Hary menilai ada perbedaan signifikan antara situasi saat ini dengan kondisi Indonesia di 1998 waktu diterpa krisis moneter.

Meski berbeda secara signifikan di antara keduanya, kata dia, kondisi pelemahan kali ini harus diatasi secara cepat dan tepat.

"Kalau '98 itu overshoot dari kursnya Rp 2.400 lompat sampai kebelasan ribu, kemudian stabil balik lagi ke equilibrium. Dulu orang panik beli dolar dan sebagainya, makanya kursnya naiknya tidak wajar, sedangkan sekarang pelan tapi pasti dan ini harus cepat direm," ujarnya Kamis (6/9/2018) seperti diunggah di akun YouTube.

Hary mengatakan pelemahan rupiah juga dipengaruhi dari beberapa faktor.

"Ada unsur luar negeri juga, ada faktor fundamental dan psikologis. Tapi yakinlah, kalau ekonomi kita kuat, penanganannya tepat sasaran dan cepat, kita tidak akan seperti sekarang," ujarnya.

Psikologi pasar, lanjutnya, harus ditenangkan dengan solusi konkret yang bisa meyakinkan pasar. Di sisi lain, harus ada langkah-langkah jangka pendek, menengah dan panjang.

Solusi jangka pendek konversi eksportir untuk membawa pulang hasil ekspornya dan mengkonversinya dalam rupiah sebesar persentase dari konten lokal produk yang mereka ekspor.

Kedua, meningkatkan investasi portofolio. "Kita bisa bentuk tim khusus yang memahami permasalahan ekonomi, dunia usaha, industri untuk kantong-kantong keuangan dunia melalui roadshow, seperti ke Asia, Eropa dan AS, supaya mereka mau investasi ke Indonesia. Itu yang bisa cepat minggu depan kalau perlu berangkat," tuturnya.

Sementara itu, untuk jangka menengah, devisa harus kuat, untuk itu ekspor harus naik. Impor harus dikurangi. Selain itu, mendorong investasi langsung alias foreign direct investment (FDI) dari luar negeri di zona ekonomi khusus.

Dia juga menyampaikan saat perang dagang China dan Amerika Serikat sedang berlangsung, Indonesia bisa mendekati perusahan-perusahaan yang berada di China untuk investasi di Indonesia.

Selain itu, untuk menambah devisa pemerintah bisa menggenjot pariwisata. Dimana saat ini baru 14 juta wisatawan asing berkunjung ke Indonesia tiap tahunnya. Bila bisa seperti Thailand yang jumlah wisatawannya sekitar 30 juta orang, ada sekitar Rp300 triliun uang yang akan masuk ke Indonesia setiap tahunnya.

Ketiga, yaitu langkah jangka panjang, di mana masyarakat bawah harus dibangun dengan keberpihakan menjadi masyarakat produktif, para pencipta lapangan kerja baru, dan pembayar pajak baru. Caranya, dengan memberikan perlakuan khusus, seperti dana murah dengan akses mudah, pendampingan, pelatihan dan proteksi agar mereka bisa tumbuh lebih cepat.

"Semua itu hanya bisa dilakukan dengan kebijakan," kata dia.

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved