Jumat, 3 Oktober 2025

Soal Kontroversi Beras Impor, Petinggi Bulog: Kami Hanya Menjalankan Kebijakan Kementerian

"Kami hanya menjalankan kebijakan, jadi seluruh regulasi ada di kementerian terkait. Ada banyak, sekitar sembilan kementerian, yang membawahi Bulog."

Editor: Choirul Arifin
Tribunnews/HERUDIN
Buruh angkut menata karung-karung beras Bulog asal Vietnam di salah satu toko di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), Jakarta Timur, Selasa (28/1/2014). Beras impor ilegal asal Vietnam ditemukan masuk ke PIBC. Masuknya beras impor ilegal asal Vietnam, akan merusak produksi petani dalam negeri. Namun, Bea dan Cukai merilis beras tersebut diimpor secara legal karena ada izin Kementerian Perdagangan. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

Laporan Reporter Kontan, Lidya Yuniartha

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Saat ini tengah terjadi berbagai masalah di komoditas beras. Mulai dari harga beras yang melonjak tinggi, Bulog yang sulit menyerap beras, hingga impor beras yang diperdebatkan berbagai pihak.

Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog Karyawan Gunarso mengatakan, pemerintah pun terus berupaya menerapkan berbagai kebijakan untuk mencapai ketahanan pangan.

Baca: Janji Hadirkan Saksi dari London, Jaksa Jemput Paksa Syahrini 2 April

Ketahanan pangan tersebut bisa dilihat dari tiga pilar yakni ketersediaan, keterjangkauan, hingga stabilitas harga.

Karyawan menjelaskan, Bulog merupakan badan yang ditugaskan pemerintah untuk menjaga ketersediaan pangan dan melakukan stabilisasi harga di tingkat konsumen.

Bertugas untuk menjaga ketahanan pangan, Karyawan menegaskan bahwa posisi Bulog hanya sebagai operator.

"Kami hanya menjalankan kebijakan, jadi seluruh regulasi ada di kementerian terkait. Ada banyak, sekitar sembilan kementerian, yang membawahi Bulog," ujar Karyawan, Rabu (21/3/2018).

Kata dia, ada sejumlah dasar hukum terkait pendirian dan pelaksanaan tugas Bulog. Ada UU No 19/2013 tentang BUMN, PP No 13/2016 tentang Perum Bulog, Perpres No 48/2018 tentang penugasan kepada Bulog dalam rangka Ketahanan Pangan Nasional, juga Inpres No 5/2015 yang mengatur tentang Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Menurut Karyawan, semua regulasi tersebut diimplementasikan Bulog dalam berbagai hal.

Baca: Pesan SBY Ke Amien Rais: Kita Sudah Sama-Sama Tua, Hati-Hati Berbicara

Baca: Kronologi Penangkapan Sopir Taksi Online, Perampok Sales Wedding Organizer yang Tewas di Bogor

Baca: Dibekuk Polisi, Meterai Tempel Pun Dipalsu dan Dijual di E-Commerce Terkenal

Dalam hal ketersediaan, Bulog diberi tugas untuk melakukan pengadaan gabah dan beras. Harga beli pun sudah ditentukan harga beli dan kualitas.

HPP untuk gabah kering panen sebesar Rp 3.700 per kg sementara harga beras Rp 7.300 per kg dengan kriteria yang telah ditentukan.

Baca: Nenek Alma Nyaris Jadi Tersangka Perkara Pencurian Pepaya Rp 7.500, Begini Faktanya

Jika tidak bisa menyerap gabah/beras tersebut, adapula kebijakan fleksibilitas yang baru-baru ini mencapai 20%.

"Sekarang persoalannya, harga gabah Rp 5.000 per kg, dalam konteksnya untuk menjaga stabilitas harga, harga tersebut sudah di atas HPP. Sebetulnya Bulog tidak diharuskan melakukan pembelian. Kalau Bulog membeli di atas HPP, Bulog akan diperiksa BPK. Itulah kondisi perusahaan kami," jelas Karyawan.

Bulog ditugaskan untuk menyediakan outlet penyaluran beras untuk masyarakat berpendapatan rendah.

Pada 2017 masih ada program rastra sebagai outlet penyaluran beras tersebut. Menurut Karyawan, Bulog pun terus menjalankan tugas tersebut.

Dalam menjaga kestabilan harga, Bulog pun kerap melakukan Operasi Pasar (OP). OP tersebut dilakukan berdasarkan instruksi Kementerian Perdagangan. Tujuan beras, harga dan sebagainya pun telah diatur.

"Jadi ketiga pilar tersebut dilakukan berdasarkan instruksi dan arahan regulator yang terkait. Jadi bila ada kabar Bulog serapannya rendah, Bulog tidak menyerap gabah ke petani itu harus dilihat dari penugasan yang diberikan," tandas Karyawan.

 
 

Sumber: Kontan
Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved