Senin, 29 September 2025

Siemens Jajaki Peluang Aliansi dengan Bombardier di Bisnis Kereta Api

Perusahaan joint venture di bidang kereta api ini diprediksi mampu menghasilkan penjualan senilai US$ 16 miliar per tahun.

Editor: Choirul Arifin
BOMBARDIER
Kereta api cepat buatan Bombardier 

TRIBUNNEWS.COM, BERLIN - Siemens Corp, perusahan teknologi asal Jerman dikabarkan akan menggabungkan usaha (merger) dengan Bombardier di bisnis kereta api.

Merger unit bisnis transportasi ini diharapkan dapat melawan China Railway Construction Corp (CRRC), sebuah perusahaan konstruksi dan transportasi asal China yang kini menjadi pemimpin pasar bisnis kereta api di dunia.

Sumber Reuters membisikkan, rencana tersebut sedang dalam pembahasan. Perusahaan joint venture di bidang kereta api ini diprediksi mampu menghasilkan penjualan senilai US$ 16 miliar per tahun.

Meski jumlah tersebut hanya separuh, dari total penjualan CRRC, namun perusahaan kolaborasi itu sudah dapat mengungguli perusahaan kereta api serta kapal asal Prancis, Alstom.

Analis berpendapat, kolaborasi Siemens dan Bombardier, akan menyingkirkan Alstom.

Konsolidasi perusahaan kereta api telah menjadi tren dalam beberapa tahun terakhir, dalam upaya mengendalikan biaya operasional.

Selain itu, dominasi China juga sulit ditandingi.

"Ini seperti bisnis padat modal. Jika Anda dapat bermitra dengan perusahaan yang berskala lebih besar, maka kesempatan global akan lebih banyak tersedia," ujar Bryden Teich, Manajer Portofolio Aveneu seperti dikutip Reuters, Rabu (12/4/2017).

Sayang, manajemen Siemens dan Bombardier menolak berkomentar terkait rencana tersebut.

Begitu juga pemegang saham Bombardier, yakni dana pensiun Kanada, Caisse de depot et yang memiliki 30% saham.

Perwakilan serikat pekerja di Kanada dan Jerman mengaku belum tahu ada rencana merger.

Terganjal aturan antitrust

Kabar merger langsung melambungkan harga saham Siemens mencapai rekor baru di harga 129,80 per saham. Demikian juga dengan saham Bombardier yang harganya meningkat 6,7% menjadi C$ 2,37 per saham.

Meski mendapat sambutan positif pasar, namun merger belum tentu berjalan mulus.

Analis menyebut, kesepakatan kedua perusahaan akan terganjal aturan antitrust alias persaingan tidak sehat di Eropa.

Halaman
12
Sumber: Kontan
Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan