Kamis, 2 Oktober 2025

2 Tahun Jokowi dan JK

Terseok-seok Realisasikan Target Pembangkit Listrik 35 Ribu MW

"Program luar biasa yang ditangani dengan cara-cara yang biasa," kata Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia, Ferdinand Hutahaean

Istimewa
Proyek IPP Jawa 1 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA--Pencanangan pembangunan pembangkit listrik 35.000 MW yang merupakan program prestisius Presiden Joko Widodo (Jokowi) di awal pemerintahannya diperkirakan akan sulit direalisasikan.

Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia, Ferdinand Hutahaean, Kamis (20/10/2016) mengatakan, jika melihat perkembangan program 35 GW listrik selama dua tahun pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla (JK), target tersebut sulit dicapai   .

Menurutnya, target 35 GW itu memang benar sesuai dengan kebutuhan bangsa untuk menumbuhkan bangsa ini menjadi negara industri dan menjadikan rasio elektrifikasi mendekati 100% Indonesia.

"Sayangnya program ini terlalu lama hanya jadi sekedar trending topik," kata Ferdinand kepada Tribunnews.com.

"Program luar biasa yang ditangani dengan cara-cara yang biasa," tambahnya.

Skema dan pola pemerintah merekrut investor disektor ini sangat rumit, lanjutnya, bertele tele bahkan sarat dengan segala macam kepentingan. Sehingga program ini tidak bisa berjalan sesuai harapan presiden Jokowi.

Mestinya pemerintah cukup menyiapkan lahan dan melakukan beauty contest terhadap calon investor.

"Tapi karena Dirut BUMN adalah orang kesayangan Rini Soemarno sang Menteri BUMN maka Jokowi pun terlihat gamang untuk mengambil langkah strategis dan taktis termasuk kebutuhan mengganti Dirut PLN dengan orang yang lebih tepat tidak bisa terlaksana," ujarnya.

Karena kegamangan dan pembiaran ini, dia melihat sudah hebat jika 2019 program ini bisa menghasilkan maksimum 15.000 MW.

"Itu sudah luar biasa jika tercapai karena masalah di sektor ini sangat rumit tapi tidak ada yang mengawal supaya kebijakan ini bisa berjalan di lapangan," tegasnya.

Dan sepertinya Indonesia harus mempersiapkan diri membayar denda kepada pihak IPP dengan nilai trilliunan setiap bulannya karena ketidak siapan jaringan transmisi dan distribusi listrik kepada konsumen. Akhirnya daya tidak listrik tidak terjual.

Contoh paling dekat menurutnya, adalah transmisi Unggaran hingga Mandirancan yang mengancam nilai denda sekitar Rp 3 triliun setiap bulan jika akhir 2018 tidak selesai.

"Dan menteri Menteri pengganti Sudirman Said tidak ada yang fokus disini karena memang tidak paham," jelasnya.

Usai dilantik dan serah terima jabatan, Menteri dan Wakil Menteri Energi, Sumber Daya dan Mineral (ESDM), Ignasius Jonan dan Arcandra Tahar menghadap Wapres, JK.

Ditemui sebelum meninggalkan kantor Wapres, Jakarta, Jonan mengaku tidak membicaraka hal khusus. Tetapi, hanya melaporkan posisi baru keduanya dalam Kabinet Kerja.

"(yang disampaikan Wapres JK) Ya nasihat-nasihat lah. Nasihat umum saja," ungkap Jonan, Senin (17/10/2016).

Meskipun demikian, Jonan yang lebih banyak mendominasi mengakui bahwa Wapres JK memberi arahan agar Kementerian ESDM fokus pada penyelesaian sejumlah proyek pemerintah. Salah satunya, adalah proyek pembangunan listrik 35.000 Mega Watt (MW).

"Tidak ada (pesan khusus). Ya diskusi saja, fokusnya kebutuhannya apa, proyek pemerintah 35.000 MW. Lalu, macam-macam ya sumber daya mineral itu tantangannya apa. Umum lah," kata Jonan.

Hanya saja, ketika disinggung perihal proyek 35.000 MW yang dipastikan tidak akan selesai sesuai target, Jonan mengaku masih butuh waktu untuk mencari solusinya.

Sementara, Wamen ESDM Arcandra Tahar memastikan bahwa akan ada evaluasi ulang terhadap proyek tersebut. Dengan tujuan, mencari kendalanya sehingga ditemukan solusi agar diusahakan tetap selesai sesuai target.

"Sedang kita evaluasi ulang ya. Kita lihat lagi berapa pencapaiannya. Tetapi tunggu waktu lah, nanti akan kita sampaikan," tambah Arcandra.

Namun, keduanya kompak mengatakan bahwa ketersediaan listrik di Indonesia bagian timur memang harus menjadi prioritas utama, sebagaimana arahan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam lawatannya ke Papua.

"Sangat mendukung (ketersediaan listrik di wilayah timur harus jadi prioritas). Kan kalau di wilayah timur memang ya harus dikejarlah karena banyak yang belum dilakukan atau masih banyak perlu yang dilakukan," ujar Jonan.

Sebelumnya, Wapres JK mengakui bahwa pembangunan pembangkit listrik 35.000 MW tidak akan selesai sesuai target, yaitu tahun 2019. Tetapi, sebagai pencetus program tersebut, dia tetap menekan agar penyelesaiannya tidak molor terlalu lama.

"Kita harap pokoknya tahun 2019 ada pencapaian yang maksimumlah. Mungkin tidak dicapai 35.000 MW tapi mungkin juga dicapai 30.000 MW atau 25.000 MW, yang penting pada tahun yang akan datang tidak ada lagi daerah yang tidak punya listrik dan sebagainya," kata JK usai membuka pameran ketenagalistrikan di Jakarta Convention Center, Rabu (28/9/2016).

Menurut JK, yang terpenting adalah adanya kesinambungan dari proyek pembangunan pembangkit listrik tersebut, sehingga tidak mengganggu sistem listrik nasional.

Apalagi, ungkapnya, kebutuhan akan listrik terus meningkat sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk dan semakin berkembangnya industri.

"Listrik suatu bisnis atau infrastruktur yang tidak akan pernah berhenti dibangun. Pertama karena penduduk bertambah 1,5 persen per tahun. Kedua, industri semakin berkembang. Industrialisasi kebutuhan pertumbuhan bisa tiga kali lipat sehingga listrik dua setengah kali lipat daripada pertumbuhan industrinya," kata JK dalam sambutannya.

Sebagaimana diberitakan, target pembangunan pembangkit listrik 35.000 MW akan molor. Sesuai perhitungan ulang, diperikrakan pada 2019 nanti baru sekitar 20.000 MW sampai 25.000 MW yang sudah Commercial Operation Date (COD), sedangkan sisanya 10.000 MW di tahun 2020. Hal itu lantaran ada sejumlah tender yang bermasalah, seperti PLTU Jawa 5, PLTGU Jawa 1, PLTU Sumsel 9 dan 10, serta PLTU Jawa 7.

Direktur Utama PLN, Sofyan Basir menjelaskan bahwa 10.000 MW yang akan dimundurkan targetnya itu, akan dijadikan cadangan oleh PLN. Dengan kata lain, dikejar pembangunannya tahun 2019.

Namun, Sofyan menjamin keterlambatan tidak akan menimbulkan krisis listrik. Sebab, dalam perhitungannya, setiap tahun rata-rata tambahan pasokan listrik sebelum ada program 35.000 MW hanya 2.000-3.000 MW. Oleh karena itu, jika sampai 2019 baru selesai 25.000 MW maka setiap tahun rata-rata sudah ada 5.000 MW pembangkit listrik yang COD.

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved