Selasa, 30 September 2025

Pemerintah Harus Perlakukan IHT dengan Wajar

kinerja industri hasil tembakau (IHT) tetap kinclong di tengah kelesuan ekonomi

Editor: Sanusi
TRIBUN JABAR/BUKBIS CANDRA ISMET BEY
Petani memetik pucuk daun tembakau untuk menjaga kualitas di Desa Cibiru, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung, Minggu (7/2/2016). Petani tembakau mengaku kesulitan menjaga kualitas akibat curah hujan yang meninggkat beberapa waktu terakhir. harga tembakau kering Rp 40.000 per kilogram untuk didistribusikan kesejumlah daerah. TRIBUN JABAR/BUKBIS CANDRA ISMET BEY 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Riset yang dilakukan Ernst and Young beberapa waktu lalu menunjukkan, kinerja industri hasil tembakau (IHT) tetap kinclong di tengah kelesuan ekonomi.

Saat ini ada 5,98 juta orang terlibat secara langsung dan tidak langung di Industri rokok.

Total pekerja yang terlibat di industri rokok tumbuh sebesar 60 ribu pekerja dari 5,92 juta pekerja pada 2009 menjadi 5,98 juta orang di 2014. IHT juga menjadi gantungan hidup bagi 2,1 juta anggota rumah tangga. Selain itu, perkebunan cengkeh menyerap lebih dari 1 juta petani cengkeh dengan total nilai industri lebih dari Rp 20 triliun.

Pengamat ekonomi politik dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng menilai, IHT relatif kuat karena terintegrasi dan tidak tergantung banyak terhadap bahan baku impor. “Walaupun ada komposisi impor, namun bahan baku lokal tetap sangat besar," ujar Daeng kepadawartawan, Kamis (11/2/2016).

Dia menambahkan, saat ini banyak perusahaan ambruk lebih karena masalah moneter dan keuangan ditambah dengan kondisi bahan baku impor yang mencapai 70 persen sehingga membebani keuangan.

Berbeda dengan rokok walaupun terjadi perlambatan ekonomi, tapi orang mengonsumsi produk ini sehingga relatif stabil, sehingga efek pelemahan tidak berdampak signifikan.

Dari sisi pendapatan, IHT mencapai Rp 540 triliun per tahun. Karena itu, sektor ini mampu berkontribusi kepada negara dari sektor perpajakan dan cukai mencapai hampir Rp 200 triliun. Saat ini, penerimaan negara dari cukai saja mencapai lebih Rp 140 triliun. Setoran IHT jauh di atas setoran andalan penerimaan pemerintah dari sektor industri apapun, termasuk sektor migas.

Masalahnya, kata Daeng, IHT ini diperlakukan tidak adil. Pemerintah terus mengandalkan penerimaan dari IHT, namun di saat yang sama, pemerintah juga menekan industri ini.

"Pemerintah tidak mengurus masalah pembatasan tembakau. Pemerintah tidak urus pertanian tembakau, tidak urus perdagangan tembakau, hingga peningkatan kapasitas petani," kata Daeng.

Menurut Daeng, saat ini, merupakan era IHT dan petani tembakau. Mereka harus diberi penghormatan, karena mereka inilah yang sejatinya membuat Presiden Jokowi bertahan dan pemerintah punya uang dari kontribusi cukai yang besar.

"Tidak usah malu menyatakan, bahwa faktanya memang sektor IHT yang membuat presiden Jokowi bisa bertahan. Kalau tidak ada IHT, serta petani tembakau dan cengkih pemerintah sudah tidak bisa ngapa-ngapain," ujar Daeng.

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan