Jumat, 3 Oktober 2025

Ancaman PHK

PP Pengupahan Bikin Nasib Buruh Kian Terpuruk

Tren ini memicu terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal terhadap para pekerjanya.

Penulis: Ade Mayasanto
Editor: Hendra Gunawan
Harian Warta Kota/henry lopulalan
Buruh perempuan yang tergabung dalam Afiliasi Industrial Global Union menggelar aksi damai memperingati Hari Kerja Layak Se-dunia (World Day of Decent Work) di depan Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (7/10/2015). Buruh perempuan tersebut menuntut agar pemerintah menghentikan PHK dan perlindungan hak bekerja serta lebih memperhatikan nasib buruh, terutama kesehatan perempuan, karena perempuan melewati sejumlah siklus seperti haid, hamil, dan melahirkan. Warta Kota/henry lopulalan 

JAKARTA - Menurunnya daya beli, kompetisi yang semakin ketat serta kondisi ekonomi yang belum membaik diduga menjadi penyebab banyak perusahaan yang bergerak di sektor elektronik, otomotif, dan garmen memutuskan menutup pabriknya di sejumlah daerah di Indonesia.

Tren ini memicu terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal terhadap para pekerjanya.

Seorang buruh di perusahaan elektronik, PT Kyosha Indonesia, Ismail Rifai, mengatakan penjualan perusahaannya semakin menurun. Sementara, upah yang diterimanya sebagai buruh tidak lagi sebanyak dulu.

Ismail juga menuding diberlakukannya Peraturan Pemerintah No.78 Tahun 2015 tentang Pengupahan setelah terbitnya paket kebijakan ekonomi jilid VI sebagai biang kehidupan pekerja makin memburuk.

Ini karena kenaikan upah kini dihitung memakai inflasi nasional, tidak lagi laju inflasi daerah.

"Daya beli masyarakat menurun, padahal dua tahun lalu gaji bisa naik 30 persen," ujar Ismail kepada Tribunnews.com di Jakarta, Kamis (4/6/2016).

Saat kenaikan upah kecil, inflasi naik secara drastis membuat harga barang mahal. Pemicu utama inflasi melonjak tinggi karena harga BBM bersubsidi jenis Premium dan Solar naik tajam.

"Dihantam harga minyak BBM, kenaikan BBM itu menghantam daya beli," kata Ismail.

Ismail menambahkan, sejak harga BBM naik, semua harga ikut naik. Namun saat harga Premium dan Solar sudah diturunkan, ternyata tidak diikuti oleh penurunan harga barang.

Ismail memaparkan, saat inflasi melambung tinggi, banyak barang elektronik menjadi tidak laku.

Karena kebutuhan masyarakat menurut Ismail lebih membelanjakan uangnya kepada kebutuhan pokok dan rumah tangga.

"Daripada beli mesin cuci barang elektronik mending makan, industri elektronik dan otomotif kekurangan pangsa pasar," papar Wakil Ketua Bidang Organisasi Pimpinan Cabang Serikat Pekerja Elektronik Elektrik Bekasi itu.

Ismail membandingkan persaingan produksi dan upah besar bagi buruh tidak menjadi penyebab utama perusahaan melakukan PHK karyawannya.

Namun saat pekerja harus mengikuti upah layak sebesar 11,5 persen sebagaimana diatur PP No.78 tahun 2015, daya beli menurun sampai membuat bangkrut banyak perusahaan.

"Kalau upah terjaga daya beli terjaga. Daya beli itu letaknya orang yang menerima upah dulu," kata Ismail.

Ismail berharap pemerintah bisa mengubah PP 78 tahun 2015 mengenai penghitungan kenaikan upah melalui inflasi nasional.

Ini karena laju inflasi di daerah berbeda-beda, sehingga harga barang pun tidak sama antara satu wilayah dengan yang lain.

"Di Pemkot Bekasi dan Kabupaten Bekasi beda laju inflasinya. Upahnya juga beda," papar Ismail.

Menghadapi kenaikan upah yang kecil, Ismail mengaku kesal pada sikap pemerintah. Dengan dua orang anak, Ismail mengaku amat berat menhgatur pengeluaran karena upah yang kecil.

"Banyak kebijakan salah asuh, dari kemarin yang dikeluarin paket kebijakan ekonomi. Itu membuat kami melawan. Kami disuruh ngirit, kami sudah lapar," tegas Ismail.

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) meramalkan bakal terjadi banyak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di sektor otomotif. Para pegawai yang dipecat adalah pekerja yang tidak diperpanjang kontraknya.

"Industri pendukung untuk Honda dan Yamaha sekarang banyak karyawan kontrak yang tidak diperpanjang masa kerjanya," ujar Ketua KSPI Said Iqbal.

Menurut Said PHK yang terjadi di sektor otomotif khususnya sepeda motor karena produknya banyak yang tidak laku. Hal ini diakibatkan oleh melemahnya daya beli masyarakat saat ini.

"Potensi PHK akan terjadi di industri komponen otomotif dan sepeda motor. Penjualan sepeda motor contohnya, makin menurun,"‎ papar Said.

Said menjelaskan ditahun-tahun sebelumnya jika kontrak karyawan habis, akan diperpanjang lagi.

Tetapi saat ini Said mengatakan ketika pekerja sepeda motor, pekerja komponen, pekerja elektronik kontraknya sudah habis, dia tidak diperpanjang. "Itu potensi PHK, jumlahnya bisa sampai puluhan ribu," ungkap Said.

Selain sektor industri otomotif, ternyata sektor migas saat ini juga terancam terjadi PHK besar-besaran. Alasan utamanya bukan karena daya beli masyarakat menurun, melainkan harga minyak dunia anjlok saat ini.

"Chevron akan memecat karyawannya, jadi ada gelombang PHK jilid II sudah terjadi," ujar Said.

Said memaparkan para investor asing saat ini sedang mengkalkulasi jumlah pengeluaran dan pendapatan. Imbas dari itu perusahaan migas dari luar negeri terpaksa mengurangi karyawannya.

"Ada perusahan minyak dunia AS di Balikpapan, sekarang sudah PHK 10 persen pekerjanya, sekitar 200 orang," kata Said.

Said berharap pemerintah segera membuat aturan baru yang bisa melindungi sektor-sektor yang rawan pengurangan karyawan seperti sekarang ini. Karena menurut Said, paket kebijakan ekonomi sampai jilid VI belum memberikan pengaruh terhadap para pekerja di Indonesia.

"Tekstil, otomotif, garmen, dan migas harusnya itu yang dilindungi pemerintah," papar Said.

Kemarin di Istana Kepresidenan, Sekretaris Kabinet Pramono Anung menegaskan, PT Panasonic Indonesia dan PT Toshiba tidak akan hengkang dari Indonesia meski menutup pabriknya di Bekasi dan Pasuruan.

Menurutnya, Pemerintah telah berbicara dengan manajemen kedua perusahaan.

"Kemarin saya sudah berbicara dengan manajemen mereka, kemarin mereka malah yang telepon karena untuk dilaporkan ke Bapak Presiden," kata Pramono.

Menurut Pramono, para buruh di kedua perusahaan itu akan direlokasi ke pabrik baru di Bogor, Jawa Barat. Menurutnya, PHK akan dilakukan kepada pegawai yang menolak direlokasi.

"Intinya bukan menarik diri dari Indonesia, tapi memang adanya penurunan kapasitas sehingga melakukan relokasi," tegas Pramono Anung.

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved