Kamis, 2 Oktober 2025

KPPU Endus Kartel Garam

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mencurigai ada ‘permainan’ kartel garam

Editor: Budi Prasetyo
ist
ilustrasi 

Syarkawi Rauf: Harga Garam Rp 100/ Kg Tidak Masuk Akal

TRIBUNNEWS.COM. MAKASSAR- Persoalan permainan harga yang mengarah kepada kartel kini tidak hanya berkutat pada daging saja. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mencurigai ada ‘permainan’ kartel garam.

Permainan ini menyebabkan harga pembelian garam saat masa panen justru sangat murah sehingga merugikan petani. Baik garam industri maupun garam konsumsi. Padahal kualitas garam dalam negeri cukup bagus dan seharusnya bisa bersaing dengan garam impor.

Harga garam lokal rata-rata Rp 400-Rp 750 per kilogram (kg) justru turun Rp 300-Rp 375 per kg dari petani (petambak) garam. “Bahkan garam dibeli biasanya hanya Rp 100 per gram. Harganya sudah tidak masuk akal. Persoalan garam ini sudah kami telusuri sejak beberapa tahun lalu,” kata Ketua KPPU RI, Syarkawi Rauf, kepada Tribun melalui telepon selular (ponsel), Selasa (18/8/2015).

KPPU mensinyalir ada permainan harga oleh pembeli yang nantinya diteruskan ke mata rantai lainnya. Pembeli ini tipe oligopsoni atau pembeli tunggal atas barang. Makanya ada indikasi mereka sengaja merekayasa harga agar bisa membeli dengan harga lebih murah.

Ironisnya keadaan ini terjadi hampir diseluruh sentra produksi garam di Indonesia tidak terkecuali di Sulsel. Salah satu daerah penghasil garam terbesar berada di Kabupaten Jeneponto.

“Langkah itu berhasil karena memang tidak banyak pembeli garam dari petambak. Namun kali ini kami sudah mulai intens karena separasi harga jual sangat jauh dari harga beli di petani.

Makanya jika kedapatan melakukan hal tersebut denda dana dan pidana akan ditanggung oleh pelaku,” tegasnya. KPPU berharap kepada petambak dan masyarakat untuk melaporkan jika menemukan praktik tersebut di daerahnya.
Garam Impor

KPPU juga tengah mengkaji harga pembelian garam impor bersama Kementerian Perindustrian. Dengan melakukan pertemuan dengan Menteri Saleh Husin membahas masalah itu.

“Alasan dari pihak terkait yakni ada biaya lebih besar yang dikeluarkan untuk mengolah garam. Mengingat garam impor tidak hanya ditujukan untuk konsumsi melainkan industri yang kadar kimia lebih besar sehingga menaikkan cost,” ujarnya.(nie)

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved