Menperin: Pemerintah Baru Wajib Pertimbangkan 'Tax Rebate'
MS Hidayat berharap menteri keuangan pada pemerintahan yang baru bisa mempertimbangkan pemberlakuan insentif tax rebate
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Perindustrian, MS Hidayat, berharap menteri keuangan pada pemerintahan yang baru bisa mempertimbangkan pemberlakuan insentif tax rebate seperti yang dilakukan Pemerintah Tiongkok. Instrumen fiskal tersebut diyakini mampu merangsang pertumbuhan kinerja eskpor non migas.
Menteri Perindustrian, MS Hidayat, mengatakan kajian yang dilakukan Kementerian Perindustrian menemukan selama ini Pemerintah Tiongkok memberikan potongan pajak sebesar 14 persen kepada para eksportir besarnya.
"Jadi ada potongan 14 persen pengurangan pajak kepada eksportir besar jika melakukan ekspor secara massif, itu subsidi namanya. Itu value added tax, Jadi produsen cukup cari margin 2 persen dan itu sudah untung dari pengembalian pajak tersebut,” kata Hidayat, di sela acara Forum Komunikasi Menperin dengan Dunia Usaha di Bandung, Jawa Barat, akhir pekan lalu.
Hidayat mengatakan, hal itu pernah diusulkan kepada Agus Marto yang saat itu menjabat sebagai Menteri Keuangan. “Tapi, belum selesai saya bicara langsung dipotong oleh dia (Agus Marto, red).”
Hidayat berharap, kajian khusus terkait tax rebate yang telah disusun kementeriannya bisa diwariskan untuk pemerintahan baru. "Harapan saya, pemerintahan baru berani mengambil kebijakan yang pro terhadap pertumbuhan ekspor dan industri dalam negeri," tuturnya.
Dalam menghadapi persaingan di era globalisasi dan liberalisasi ekonomi, insentif fiskal merupakan "senjata" terampuh dalam mendorong pertumbuhan ekonomi maupun industri nasional.
Dalam kesempatan yang sama, ia mengungkapkan, ekspor produk industri periode Januari-Mei 2014 tercatat 48,69 miliar dolar AS, naik tipis 2,95 persen dibandingkan periode yang sama pada 2013. "Ekspor produk industri berkontribusi 66,32 persen dari total ekspor nasional," ujarnya.
Ia menambahkan, jika dilihat dari sisi neraca perdagangan produk industri pada Januari-Mei 2014, nilainya memang masih defisit, minus 2,49 miliar dolar AS. "Defisit ini telah menurun 72,1 persen dibandingkan periode yg sama pada 2013, yang minus 8,94 miliar dolar AS," ucap Hidayat.
Dari sisi kinerja investasi sektor industri, Hidayat menegaskan, nilainya masih perlu ditingkatkan. Sepanjang 2014, investasi PMDN baru Rp 11,11 triliun, meningkat tipis 1,73 persen.
Sementara itu, investasi PMA 3,49 miliar dolar AS atau turun 23,27 persen dibandingkan periode yang sama pada 2013. "Dengan melambatnya pertumbuhan investasi serta masih defisitnya neraca perdagangan sektor industri, pertumbuhan industri pengolahan nonmigas pada semester I/2014 diperkirakan lebih rendah dari semester I/2013, yang mencapai 6,58 persen," tuturnya.