DPR: Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia Harus Dievaluasi
Hendrawan Supratikno, menegaskan perlunya dilakukan evaluasi atau pengkajian terhadap BKDI
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hendrawan Supratikno, menegaskan perlunya dilakukan evaluasi atau pengkajian terhadap Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI).
Pengkajian ditujukan untuk menilai benar-tidaknya komplain sebagian anggota masyarakat, bahwa keberadaan Bursa ini merugikan pengusaha kecil menengah dalam hal bursa perdagangan timah.
Hendrawan mengatakan, asesmen perlu dilakukan bila memang terbukti merugikan masyarakat dan pemasukan negara, sebagai akibat dari maraknya penyelundupan-penyelundupan timah ke luar negeri. "Ya, harus dilakukan asesmen yang terbuka dan jujur. Bila BKDI dinilai merugikan, apa alasannya," kata Hendrawan.
"Pasar harusnya memberi manfaat, bukan menyudutkan, kecuali bagi mereka yg selama ini menikmati rente dari pat-patgulipat bisnis ini," imbuhnya, dalam keterangan tertulis, kemarin.
Ditanya perihal peluang dibubarkannya BKDI jika pada terbukti menimbulkan kerugian bagi masyarakat dan negara, Hendrawan berujar BKDI merupakan badan bentukan pemerintah yang menjadi salah satu arena pasar yang mendorong efisiensi transparansi dan kompetisi.
"Musuh persekongkolan dan praktik korup pengusahaan tambang adalah transparansi dan kompetisi yg sehat," kata Hendrawan.
Lebih jauh Hendrawan mengungkapkan bawah tata niaga baru, bila tidak disiapkan dengan baik akan melahirkan siluman baru. Akhinya yang kecil jadi korban, lepas dari mukut singa jatuh ke mulut buaya. Oleh karenanya diperlukan audit menyeluruh tentang para pelaku bisnis ini.
"Banyak siluman bermain dalam bisnis tambang, sehingga pendapatan negara tidak makismal. Harusnya dikembangkan prinsip kemitraan, yang besar dan kecil kerja bareng," tuturnya.
Hal senada diutarakan Ketua Komisi VI, Airlangga Hartarto, menegaskan perlunya evaluasi untuk akuntabilitas penunjukan dan evaluasi dampaknya terhadap ekspor timah.
Airlangga mengatakan, BKDI memang memonopoli perdagangan timah seperti yang diamanatkan oleh Kementerian Perdagangan. Namun ia menilai seharusnya Babepti tidak hanya menunjuk perusahaan swasta saja, tetapi juga melibatkan BUMN dalam bursa komoditas timah.
"Babepti seharusnya melibatkan BUMN. Saat ini BUMN masih belum diberi kesempatan memperdagangkan timah," kata Airlangga.
Evaluasi BKDI, disuarakan Dewan belakangan ini. Masih maraknya penyelundupan disinyalir akibat celah hukum dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 32 tahun 2013 tentang Ketentuan Ekspor Timah.
Dalam Permendag Nomor 32 Tahun 2013, timah batangan diperdagangkan melalui Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI) sejak 30 Agustus 2013. Sedangkan Timah dalam bentuk lainnya mulai diperdagangkan di bursa mulai 1 Januari 2015. Adapun timah solder tidak diatur.
Di sisi lain, ada pula suara-suara pengusaha kecil dan menengah yang mensinyalir adanya monopoli perusahaan-perusahaan besar sebagai promotor di BKDI.