Selasa, 30 September 2025

Kebijakan Open Access Tidak Tepat Selama Banyak Broker

kebijakan open access jaringan pipa gas tidak akan berjalan maksimal jika dipenuhi para broker.

Penulis: Arif Wicaksono
Editor: Sanusi
TRIBUN BATAM/ARGIANTO DA NUGROHO
ilustrasi 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua tim regulasi PT Perusahaan Gas Negara (PGN), Antonius Aris Sudjatmiko, mengatakan kebijakan open access jaringan pipa gas tidak akan berjalan maksimal jika dipenuhi para broker.

Ia mewaspadai jaringan para kartel yang bekerjasama dengan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) minyak nasional, yang menjual alokasi gasnya dengan tidak transparan ke broker gas.

"KKKS lokal tidak menjual secara transparan. Selain memiliki tarif toll fee gas yang lebih tinggi ketimbang PGN, mereka juga kerap menjualnya ke pihak ketiga," katanya, Kamis (5/12/2013).

Ia pun mengambil contoh dari sikap KKKS lokal yang menjual ke broker setelah mendapat alokasi gas dari JOB Pertamina-Talisman Jambi Merang.

Ketika itu JOB Pertamina Talisman Jambi Merang menjual gas kepada PT Pembangunan Kota Batam. Lantas, Pembangunan Kota Batam menjual lagi kepada PT Inti Daya Latu Prima (IDLP), dan kemudian menjual kepada konsumen PLN Batam.

"Karena IDLP menjual gas ke pelanggan eksisting, PLN Batam tidak mengembangkan infrastruktur untuk menjangkau pasar baru," katanya.

Hal ini menyebabkan stagnasi infrastruktur. Akibatnya upaya konversi BBM ke gas di daerah baru seperti yang dicanangkan pemerintah menjadi terhambat.

Hal serupa juga terjadi di Jawa Timur dan di Jawa Barat. Para broker gas yang menerima alokasi gas dari Pertagas Niaga berbondong-bondong memanfaatkan pipa open access yang dibangun oleh negara pada tahun 1974.

Mereka kemudian menjual gas kepada konsumen dengan margin yang tidak bisa dipantau oleh pemerintah. Padahal margin gas menentukan harga jual ke konsumen.

“Perpanjangan rantai bisnis gas ini selain menimbulkan stagnasi pengembangan infrastruktur gas, juga membuat ekonomi biaya tinggi. Jadi open access tidak akan menurunkan harga gas,” paparnya.

Ia pun menggambarkan bentuk perbedaan tarif toll fee PGAS dan badan usaha lainnya dalam mengelola pipa gas.

Badan Usaha lainnya yang memiliki pipa Cilamaya-Cilegon yang dibangun pada 1974 dengan skema hulu, dengan panjang pipa hanya 360 km tarif toll fee-nya mencapai 1,9 dolar AS per MMBTU.

Untuk toll fee Pipa SSWJ I sepanjang 400 km (dibangun tahun 2007) yang dikelola PGN, tarif toll fee-nya sebesar 1,55 dolar AS per MSCF.

Sedangkan pipa gas PGN dalam Distribusi Jabar sepanjang 2.400 km (dibangun tahun 1984 -2009) memiliki fee sebesar 2,2 per dollar AS per MMBTU.

“Terbukti tarif toll fee gas PGAS lebih rendah ketimbang badan usaha lainnya,”ujarnya.

Sebagai perusahaan gas yang memiliki infrastruktur, ia menyayangkan posisi PGAS untuk dapat bersaing dengan broker gas. Padahal posisi PGAS selalu menjadi rantai terujung dalam urutan rente bisnis gas.

“Bagi kami, open access bukan merupakan momok. Selama harga lebih transparan dan broker itu dihilangkan, maka pemberian gas ke masyarakat akan menjadi lebih murah,” katanya.

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan