Sistem Pengawasan Konsumsi BBM Terkendala Anggaran
Realisasi proyek sistem pengawasan konsumsi BBM bersubsidi bernama Radio Frequency Identification (RFID) dipastikan molor.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Realisasi proyek sistem pengawasan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi bernama Radio Frequency Identification (RFID) dipastikan molor. Padahal Pemerintah menargetkan Juni 2013 RFID sudah mulai didistribusikan oleh PT Pertamina (Persero).
Hanung Budya, Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina, mengaku ada masalah dengan pihak pengembang RFID yakni PT Industri Telekomunikasi Indonesia (Inti). Menurut Hanung masalah tersebut ada di dalam anggaran pembuatan.
"Menyangkut dana kita sedang kerja sama gimana masalah dana ini bisa selesaikan segera," ujar Hanung, di kantor pusat Pertamina, Rabu (23/10/2013).
Hanung menegaskan pengembangan RFID tidak membawa pemerintah di dalamnya, hanya Pertamina dan PT Inti saja. Sehingga anggaran membuat RFID tidak diambil dari APBN.
"Nggak berkaitan dengan pemerintah. Ini kerja sama dengan Pertamina dan PT INTI," ungkap Hanung.
Hanung menambahkan, Pertamina telah membuat kontrak hanya dengan PT Inti. Sehingga investasi sebesar Rp 4 triliun bakal dilalokasikan untuk pembangunan RFID selama lima tahun. "Fee yang diberikan pada PT Inti untuk lima tahun," jelas Hanung.
Jefri Wahyudi, Project Excecutive Inti, menjelaskan anggaran pembangunan RFID 80 persen dari pinjaman bank. Tapi bank yang memberikan pinjaman belum mencairkan dananya. "Kita harapkan dananya bisa cepat cair, dengan begitu kita bisa gunakan langsung tahun ini," ujar Jefri.
Jefri menjelaskan, pinjaman pembangunan RFID diambil perbankan nasional baik swasta maupun perbankan pemerintah. Sisa anggaran sebesar 20 persen diambil dari anggaran internal PT Inti.
"Kebanyakan bersumber dari pinjaman perbankan, sementara sisanya dari internal," ungkap Jefri.
Selain memproduksi sendiri RFID juga diimpor dari China, Turki, Korea dan Thailand. Jefri menambahkan dengan investasi sebesar Rp 4 triliun dan impor barang, setidaknya ada 100 juta kendaraan yang harus dipasangi RFID, sementara SPBU 5000.
"Sekitar 80 persen RFID masih diimpor," papar Jefri.