Lalu Lintas Devisa RI Masih Longgar
Pemerintah harus bergegas mengatur sistem devisa dalam negeri yang selama ini terlalu longgar sehingga selalu tak berdaya
Penulis:
Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Pemerintah harus bergegas mengatur sistem devisa dalam negeri yang selama ini terlalu longgar sehingga selalu tak berdaya ketika terjadi peningkatan penarikan dana asing.
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI dari Fraksi Golkar, Harry Azhar Azis mengatakan, bukti terlalu longgarnya pasar valas dan pasar modal adalah saat dolar AS mengalir ke luar dalam jumlah besar seiring penerapan Quantitative Easing (QE) oleh Pemerintah Amerika Serikat.
“Keputusan Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) yang menunda pengurangan stimulus (tapering) yang mereka kucurkan sejak 2008 senilai 85 miliar dollar AS per bulan bisa mendorong aliran masuk modal asing (capital inflow) ke Indonesia,” ujar Harry dalam keterangan tertulisnya, Jumat (20/9/2013).
Meski demikian, Indonesia yang menawarkan imbal hasil dan fundamental perekonomian lebih bagus harus mempersiapkan strategi agar dana-dana tersebut tidak dengan mudah keluar begitu saja.
Regulasi devisa atau UU No. 24 Tahun 1999 yang berlaku saat ini masih terlalu liberal. “Kita bisa mencotoh Thailand yang memiliki kemampuan untuk memburu serta mengembalikan devisa hasil ekspornya melalui UU Devisa yang sangat ketat.
“Dalam UU Devisa di Thailand tersebut ada kewajiban untuk menempatkan DHE di bank lokal dalam periode tertentu atau disebutholding period. Sehingga bisa menjaga nilai tukar mata uangnya,” tutur Harry.
Saat ini, lanjut Harry, Bank Indonesia memiliki PBI No.13/20/PBI/2011 dan Surat Gubernur BI no.14/3/GBI/SDM tanggal 30 Oktober 2012 yang mewajibkan devisa hasil ekspor komoditas tambang, serta minyak dan gas yang diparkir di luar negeri ditarik ke dalam negeri paling lambat 90 hari setelah tanggal pemberitahuan ekspor barang (PEB). Namun sayang ternyata PBI hanya menjadi sistem pencatat dan belum menjadi instrumen pengatur PEB.
Namun menurut Harry, dalam tataran hukum. PBI bukan regulasi yang kuat. Harus ditetapkan sebuah Undang-Undang yang membuat investor nakal bersedia menaruh devisa di dalam negeri dalam waktu tertentu (holding period).