Pemerintah RI Jajaki Gugatan Pidana pada Churchill
Pemerintah Republik Indonesia menjajaki langkah hukum pidana terkait bukti-bukti pemalsuan dokumen yang diduga dilakukan
Laporan Wartawan Tribun Kaltim, Kholish Chered
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Pemerintah Republik Indonesia menjajaki langkah hukum pidana terkait bukti-bukti pemalsuan dokumen yang diduga dilakukan Group Churchill Mining. Langkah ini akan menjadi proses hukum yang berbeda dengan arbitrase di International Center for Settlement of Investment Disputes (ICSID).
Hal tersebut disampaikan Bupati Kutai Timur, Isran Noor, di Jakarta, selepas mengikuti rangkaian sidang arbistrase di Singapura, Selasa (14/5/2013) malam. Isran menegaskan pihaknya sedang menjajaki langkah hukum pidana tersebut.
"Mereka, penggugat, menganggap kasus ini layak dibawa ke arbitrase di ICSID. Padahal itu sangat tidak beralasan. Tribunal sendiri banyak memberikan pandangan bahwa banyak hal yang disampaikan penggugat tidak sesuai dengan kenyataan. Termasuk contoh-contoh hubungan bilateral yang tidak ada hubungannya dengan kasus ini. Seperti Belanda dengan Senegal, juga Belanda dengan Filiphina," kata Isran.
Isran menjelaskan, dari hasil penelaahan mendalam oleh tim hukum Pemerintah RI, terindikasi banyak pemalsuan dokumen yang dilakukan oleh penggugat dan anak perusahaannya (group member). Termasuk tanda tangan bupati dalam perizinan aktivitas pertambangan.
"Mereka lalu bertanya di dalam forum arbitrase, mengapa bila memang benar ada pemalsuan, tidak dibawa ke ranah pidana. Saya tegaskan, bahwa pencabutan izin Ridlatama Group sebagai sanksi administratif sudah sangat memberikan pelajaran dan menjadi tekanan yang luar biasa," kata Isran.
"Namun bila mereka memang siap, kami akan membawa masalah ini ke jalur hukum pidana. Kami hanya tidak ingin langkah pidana ini dianggap sebagai intimidasi pada proses arbitrase yang berjalan. Tapi kalau mereka terus menjual, kami akan beli. If they sell a fish, we will buy it," katanya menambahkan.
Isran menegaskan sanksi administratif yang diberikan merupakan bentuk pendekatan kemanusiaan Pemkab Kutim dalam lingkup investasi. Karena pihak Ridlatama sudah mengalami kerugian finansial yang sangat besar atas pencabutan IUP tersebut.
"Ridlatama Group itu bermitra tidak sesuai aturan. Mereka melakukan penyelundupan hukum karena tidak melaporkan kerjasama dengan pemerintah daerah," katanya. Dengan adanya perkembangan terkini, pihak tergugat akan wait and see terhadap langkah lanjutan penggugat.
"Untuk saat ini kami masih wait and see. Kita optimis berada pada posisi yang benar. Pihak Tribunal juga sudah mendengar langsung penyataan mereka terkait tidak dibawanya kasus dugaan pemalsuan dokumen ke ranah hukum. Kami akan menjajaki langkah pidana, namun kami tidak ingin hal ini dinilai sebagai intimidasi terhadap proses arbitrase," katanya.
Isran menegaskan proses hukum akan dimaknai Pemerintah Ri sebagai langkah menjaga harga diri bangsa. "Kita ingin investasi di Indonesia berjalan dengan baik. Ini bukan untuk menghambat investasi. Namun memberikan kepastian hukum bagi investor, baik dalam negeri maupun luar negeri," katanya.