Beberapa Hal Penghambat Penerapan Target APBN
terbatasnya mandatory spending yang membuat kebijakan menjadi tidak fleksible dan subsidi yang masih besar dapat menghambat target penerapan APBN.
Laporan Wartawan Tribun Jakarta Arif Wicaksono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ada beberapa hambatan dalam penerapan target Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2013. Beberapa hambatan dapat menghiggapi target defisit APBN yang ditargetkan sebesar 1,65 persen, serta Rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang juga ditargetkan mencapai 23 persen atau berkurang dibandingkan dengan tahun lalu.
Agus Martowardjoyo, Menteri Keuangan Republik Indonesia, mengatakan, ketiga hal yang dapat menghambat target dalam APBN 2013, beberapa diantaranya, adalah terbatasnya mandatory spending yang membuat kebijakan menjadi tidak fleksible, subsidi yang masih besar, serta penyerapan yang masih menumpuk di akhir tahun.
"Ketiga hal itu perlu menjadi perhatian DPR dan pemerintah pada tahun depan, sehingga diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi pada tahun depan," katanya di Jakarta (19/11/2012).
Selain itu, Ia menyatakan perlunya fiskal space (ruang fiskal) yang mendorong belanja modal yang baik sehingga meningkatkan daya saing ekonomi nasional, dan diantaranya daya saing infratstruktur yang baik.
"Saya pikir ruang fiskal akan terus baik seperti misalnya karena anggaran infratruktur terus naik, dari Rp 128 Trilliun (2011), Rp 174 Trilliun (2012) dan Rp 204 Trilliun (2013), sehingga prioritas dan penyerapannya yang perlu diatur menjadi lebih baik," kata Agus.
Ia juga mengingatkan adanya optimalisasi anggaran agar Jangan hanya di jakarta saja tetapi di luar juga. Sehingga pembangunan di indonesia tidak hanya berpusat di Jakarta saja.
Selain itu, masalah efisiensi Anggaran juga menjadi perhatian pemerintah. Dan pemerintah semakin menyadari hal ini karena adanya porsi perjalanan dinas yang semakin berkurang.
"APBN semakin bertambah dari Rp 540 trilliun ke Rp 2600 trilliun (2005-2012), perjalanan dinas juga sudah kita kurangi sebesar Rp 2,3 trilliun, ini menjadi concern kami, namun subsidi energi masih besar," tambahnya.(*)
BACA JUGA: