AISKI Target Ekspor 300 Ribu Ton Sabut Kelapa
Asosiasi Industri Sabut Kelapa Indonesia (AISKI) menargetkan pendirian pabrik pengolahan sabut kelapa di Indonesia pada 2013 sebanyak 500 unit.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Asosiasi Industri Sabut Kelapa Indonesia (AISKI) menargetkan pendirian pabrik pengolahan sabut kelapa di Indonesia pada 2013 sebanyak 500 unit.
Dengan demikian, tahun depan Indonesia mampu memenuhi permintaan serat sabut kelapa atau coco fiber dunia sebesar 50 persen atau sebanyak 300 ribu ton.
Demikian diungkapkan Ketua Umum AISKI, Efli Ramli didampingi Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan (Litbang), Ady Indra Pawennari usai melakukan presentasi potensi sabut kelapa Indonesia di Direktorat Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah dan Direktorat Penanggulangan Kemiskinan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) di Jakarta, Kamis (13/9/2012).
Hadir dalam kegiatan presentasi potensi sabut kelapa Indonesia yang diadakan AISKI di kantor Bappenas tersebut, di antaranya Kepala Pusat Data dan Informasi Perencanaan Pembangunan, Oktorialdi, Direktur Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah dan Direktur Penanggulangan Kemiskinan, Rudy S Prawiradinata.
“Permintaan coco fiber dunia luar biasa besar. Saat ini, Indonesia baru bisa memenuhi kebutuhan coco fiber dunia sekitar 10 persen atau sebesar 60 ribu ton per tahun," kata Efli Ramli.
"Target kita, tahun depan Indonesia sudah bisa memenuhi 50 persen kebutuhan coco fiber dunia yang jumlahnya mencapai 600 ribu ton per tahun dengan menambah mesin produksi sekitar 400 unit lagi,” ungkapnya.
Efli yakin target pendirian 500 unit pabrik pengolahan sabut kelapa di seluruh sentra perkebunan kelapa Indonesia dapat terpenuhi menyusul respon positif pemerintah yang akan membuat program pemberdayaan usaha kecil menengah pedesaan dan penanggulangan kemiskinan melalui program pengembangan pengolahan sabut kelapa di daerah.
Selain itu, sejumlah calon investor juga sudah menyatakan minatnya untuk menggarap potensi sabut kelapa ini.
“Berdasarkan data AISKI, saat ini kita sudah punya 150 unit pabrik pengolahan sabut kelapa yang tersebar di seluruh Indonesia, tapi yang produktif hanya sekitar 100 unit dengan produksi seluruhnya rata-rata berkisar 200 ton per hari,” jelasnya.
Setiap unit pabrik sabut kelapa di Indonesia rata-rata hanya mampu mengolah 16 ribu butir sabut kelapa per hari atau 4,8 juta butir sabut kelapa per tahun. Sementara potensi sabut kelapa Indonesia mencapai 15 miliar butir per tahun.
“Kita baru mampu mengolah 480 juta butir sabut kelapa per tahun atau masih di bawah 4 persen,” katanya.
Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan AISKI, Ady Indra Pawennari menambahkan, potensi sabut kelapa Indonesia yang belum dimanfaatkan menjadi komoditas bernilai ekonomi mencapai 14 miliar butir per tahun.
Harga pembelian sabut kelapa petani di pabrik pengolahan sabut kelapa sekitar Rp 40 – Rp 70 per butir.
“Dengan demikian, petani kelapa kehilangan potensi pendapatan sekitar Rp 840 miliar per tahun. Hampir semua daerah belum mengolah sabut kelapanya sebagai sumber pendapatan alternatif bagi keluarga."
"Umumnya, petani membakar sabut kelapanya karena masih minimnya industri sabut kelapa yang berdiri di daerah-daerah sentra perkebunan kelapa ” tambah Ady.
Harga penjualan coco fiber di pasar internasional USD 300–USD 400 per ton, sedangkan harga coco peat sekitar USD 200–USD 225 per ton.
Setiap butir sabut kelapa rata-rata menghasilkan coco peat sebanyak 65 persen atau sekitar 0,39 kilogram dan coco fiber sebanyak 25 persen atau sekitar 0,15 kilogram.
KLIK JUGA: