DPR: Banyak Pengamat Ekonomi Belum Paham UU
Anggota Komisi VII DPR RI Bobby Rizaldy mengatakan saat ini banyak pengamat yang belum mengerti sepenuhnya revisi Undang-undang nomor 22
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR RI Bobby Rizaldy mengatakan saat ini banyak pengamat yang belum mengerti sepenuhnya revisi Undang-undang nomor 22 tahun 2001 tentang Badan Pengawas kegiatan Minyak dan Gas Bumi.
"Makin lama makin banyak pengamat yang keblinger mengenai Revisi UU 22 tahun 2001 tentang Migas. Banyak yang tidak paham dampaknya bila pelaku pasar menjadi satu sebagai regulator ataupun wasit seperti UU Migas lama yaitu UU 8 tahun 1971," kata Bobby dalam siaran persnya, Senin (21/5/2012).
Bobby mengatakan para pengamat tersebut belum mengerti secara penuh UU tersebut. Pasalnya, dalam penugasan sektor hulu yang tidak dipisahkan melakukan pengawasan terhadap KKKS dapat menghemat dana APBN sebesar 3 persen dari total penerimaan migas.
"Sebagai contoh, dulu pada saat ICP USD 30 saja, bisa mendapat Rp 4 trilyun, untuk suatu unit pengawasan yang isinya hanya 50 orang. Memangnya lembaga pengawas ini adalah pemungut iuran," tegasnya.
Menurut Bobby jika dikalikan dengan harga ICP USD 80 selama 9 tahun dengan volume lifting dapat menghemat kurang lebih Rp 50 triliun per tahun. "Dan ini bukan pendapatan, tapi biaya negara hanya untuk membiayai fungsi pengawasan satu sektor hulu saja. Justru dengan ini pemerintah mendapat tambahan pendapatan walaupun hasil lifting menurun," jelasnya.