'Jangan Takut': Konsolidasi Masyarakat Sipil Setelah Teror pada Tempo
Teror kepala babi dan tikus dengan kepala terpotong yang ditujukan kepada Tempo menjadi alarm peringatan untuk masyarakat sipil sekali…

"Saya kira ini pesannya lebih kuat dibanding serangan-serangan yang sebelumnya karena bagaimana bisa ada orang menakut-nakuti orang lain dengan membunuh makhluk hidup yang lain? Selain pecundang juga, ia juga tidak bermoral."
"Kami membacanya bahwa ini adalah bentuk baru dari teror kepada masyarakat sipil, pada media."
Bagja mengatakan bukan tidak mungkin gaya intimidasi yang lebih represif ini akan menjadi awal mula kembalinya pembungkaman pers seperti yang terjadi di era Orde Baru.
Tempo adalah salah satu organisasi media yang dikenal independen dan kritis pada pemerintah sejak masa Orde Baru.
Tempo pernah dibredel pada tahun 1994 oleh pemerintah Presiden Soeharto, setelah memberitakan dugaan kasus korupsi impor 39 kapal perang bekas Jerman Timur dengan alasan pemberitaan tersebut membahayakan stabilitas nasional.
Bagi wartawan senior Bayu Wardhana, teror yang diterima oleh Tempo bisa berdampak juga pada jurnalis dari media lainnya.
Terutama, kata Bayu, para jurnalis yang sebelumnya sudah menerima ancaman, atau dilarang meliput, bahkan diminta beritanya diturunkan, serta mereka yang kurang mendapat dukungan dari kantor beritanya.
"Pastinya ada efek yang makin berani menulis, tapi ada juga yang akan jadi pikir-pikir untuk menulis," jelas Bayu, yang juga Sekretaris Jenderal Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI).
'Momentum untuk konsolidasi'
Bagja berharap polisi bisa segera menemukan pelaku teror Tempo ini.
"Saya rasa tidak tidak sulit untuk menemukan siapa pelakunya."
"Pelakunya memakai kurir aplikasi pengiriman barang, kemudian ada tempat pick-up nya, orang yang mengirimkannya, ada namanya, dan ada identitasnya, sehingga bagi tugas polisi, ini sangat mudah."
"Kemudahan itu mesti ditunjukkan kepada semua orang, sehingga ada semacam efek jera bagi siapapun yang akan melakukan hal serupa di masa mendatang, karena penegakan hukum berjalan," tutur Bagja.
Bayu Wardhana mengatakan serangan dan ancaman yang menargetkan wartawan serta kantor berita sering kali mengalami kebuntuan, atau mengambang.
"Tidak pernah dilanjutkan dengan tuntas, meskipun bagi para jurnalis kemudian tahu ini sebenarnya di antara mereka saja pelakunya," kata Bayu.
Dari pengamatannya, jika kekerasan terhadap jurnalis, misalnya pemukulan, yang dilakukan warga sipil, biasanya akan dituntaskan kasus hukumnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.