Jumat, 3 Oktober 2025
ABC World

Pengungsi Myanmar yang Melarikan Diri Pada 1991 Kini Aktif Membantu Komunitas Australia

Pengungsi asal Myanmar, Tin Hta Nu, telah berkontribusi banyak bagi komunitas Australia, namun ia masih harus menghadapi stereotip…

"Ini adalah stereotip bahwa jika seorang pria kulit putih menikahi seorang perempuan Asia atau Afrika, perempuan tersebut dianggap pengantin pesanan."

Tin mengatakan beberapa orang mengira bahwa artikel tentang proyek komunitas yang ditulisnya untuk surat kabar lokal dikerjakan oleh suaminya.

Ia terus berupaya menghancurkan stigma dengan memimpin dan memberi contoh dengan inisiatif serta aktif dalam kegiatan sukarelawan.

"Saya ingin membagikan pengetahuan dan jasa saya sebagai bentuk penghargaan [untuk komunitas saya] dalam banyak cara," ujarnya.

Terus membantu komunitas

Gerakan pro-demokrasi di Myanmar dimulai pada tahun 1988 di universitas di Rangoon (sekarang Yangon), di mana Tin menjadi dosen dan sekretaris terpilih serikat dosen di Institut Ekonomi.

"Aung San Suu Kyi memulai [partai politik] Liga Nasional untuk Demokrasi dan kami semua diundang untuk bekerja sama," katanya.

Ia memberikan banyak pidato publik dan menulis sebagai ajakan bagi orang-orang untuk "bangkit."

"Jadi tentu saja saya dibutuhkan," kata Tin.

"[Namun] beberapa mahasiswa mulai ditembak dan ditahan, termasuk beberapa teman dan kolega saya, jadi saya pikir sudah waktunya untuk pergi.

"Hidup saya [waktu itu] dalam bahaya. Jadi saya harus mengajukan permohonan kependudukan di Australia dengan mengatakan bahwa saya memerlukan perlindungan."

Tin mengatakan setelah menyelesaikan gelar S2-nya di UNE pada tahun 1982,  ia melamar pekerjaan di universitas tersebut.

Ia dan suaminya telah mengumpulkan uang untuk dikirim kembali ke Myanmar untuk Proyek Sekolah Persahabatan Kendall-Kadaw, yang mendidik perempuan kurang beruntung dari komunitas petani dan menawarkan beasiswa ke universitas.

Dengan sumbangan dari komunitas Kendall, sekolah di Myanmar mampu membangun fasilitas baru dan menyediakan makanan dan alat tulis selama berbulan-bulan.

Fokusnya baru-baru ini bergeser ke kerusuhan di Myanmar setelah militer merebut kekuasaan pada Februari 2021 dari pemerintah terpilih.

Tin ingin terus membantu pengungsi baik secara lokal maupun di negara asalnya dan percaya melalui konser dan pameran makanan multikultural adalah langkah awal.

"Saya ingin membentuk kelompok internasional di wilayah ini [di NSW] dan menjadikannya sebagai zona penyambutan pengungsi," katanya.

Diproduksi oleh Natasya Salim dari laporan dalam bahasa Inggris.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved