"Bercak di Paru-paru": 31 Warga Jakarta Gugat Presiden dan Gubernur Akibat Polusi Udara
Merasa dirugikan akibat kualitas udara yang terus memburuk di ibukota Jakarta, sejumlah warga menggugat Gubernur, Menteri hingga Presiden…
Indeks kualitas udara (AQI) Indonesia masuk dalam kategori "tidak sehat" dan sudah melebihi baku mutu udara ambien harian (PM 2,5 di atas 65 ug/m3).

Bondan Andriyanu, juru kampanye energi Greenpeace Indonesia mengatakan pemantauan kualitas udara yang dilakukan oleh lembaganya menunjukan jumlah hari dimana kualitas udara di Jakarta masuk dalam kategori tidak sehat semakin mendominasi.
"Aturan yang berlaku di kita rata-rata harian untuk Standar baku mutu ambien adalah 65, diatas angka itu berarti kualitas udara kita sudah tidak layak untuk kesehatan. Tapi dari alat pemantauan baku mutu di sejumlah tempat itu seperti di Monas dan di Blok M, itu angkanya diatas 65 semua. 70, 85 bahkan tanggal 19 Juni lalu itu angkanya 90. Itu artinya udara yang kita hirup sudah tidak sehat." Katanya.
Sayangnya hingga saat ini pemerintah tidak memiliki kebijakan yang serius dan terukur untuk memperbaiki kualitas udara di ibukota.
Salah satu bukti ketidakseriusan itu adalah dasar hukum yang menjadi acuan upaya pengendalian polusi di Indonesia yakni Peraturan Pemerintah (PP) No. 41 tahun 1999 yang dianggap sudah kadaluarsa.
"Selain tidak sesuai dengan standar WHO, dimana baku mutu WHO saat ini 25 dan kita masih 65, ini artinya baku mutu kita sangat lemah. Lalu sumber polusi yang tercantum dalam aturan itu juga hanya transportasi saja padahal sekarang sumber polusinya sudah beragam. Kok bisa aturan yang ini sudah usang ini masih digunakan."
"Untuk mengubah ini kita perlu Presiden turun tangan. Karenanya kita turut masukan sebagai tergugat." Kata Bondan.
Alat pemantau sangat kurang

Dalam gugatan ini warga mengajukan sejumlah tuntutan, salah satu yang mendasar dan sangat mendesak untuk diperbaiki pemerintah menurut Bondan adalah memperbanyak alat pemantauan kualitas baku mutu ambien udara.
Pengukuran kualitas udara di Jakarta saat ini mengandalkan lima stasiun pemantau kualitas udara (SPKU) milik Pemprov DKI yang tersebar di Bundaran HI, Kelapa Gading, Jagakarsa, Lubang Buaya, dan Kebon Jeruk.
"Stasiun Pemantau Kualitas Udara (SPKU) ini sangat kurang, karena idealnya Jakarta ini punya 22-26 SPKU, jadi ini masih sangat kurang." Katanya.
Selain itu, warga dalam gugatan ini juga berharap pemerintah melakukan inventarisasi pencemaran udara di ibukota yang dilakukan secara berkala dari semua jenis sumber pencemaran. Kajian ilmiah ini penting untuk mengukur kegagalan atau keberhasilan program pengendalian yang dilakukan.
Laporan inventarisasi pencemaran udara di ibukota yang diterbitkan oleh Indonesian Centre for Enviromental Law (ICEL) mengungkapkan Pemerintah DKI Jakarta tidak pernah melakukan atau menganggarkan kajian inventarisasi pencemaran udara kecuali pada tahun 2011 lalu dan itupun bukan atas inisiatif Pemprov DKI.
Menanggapi sorotan terhadap buruknya kualitas udara di Ibukota, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan beberapa waktu lalu malah menuding penyumbang terbesar polusi udara di ibukota adalah bahan bakar batubara yang digunakan oleh fasilitas pembangkit listrik yang ada di sekitar Jakarta.