Susahnya Jadi Jurnalis di Indonesia Setahun Terakhir
Laporan terbaru dari sebuah lembaga advokasi demokrasi mengungkap, kebebasan pers di Indonesia berada satu tingkat di bawah Australia…
Dari sejumlah negara yang tergolong \'Bebas\' menurut penilaian Freedom, sebanyak 19 persen atau 16 negara di antaranya mengalami penurunan skor kebebasan pers selama lima tahun terakhir.
Hal itu, sebut Freedom House, sesuai dengan temuan kunci dari laporan mengenai "Kebebasan di Dunia" - bahwa demokrasi, pada umumnya, mengalami penurunan dalam hak-hak politik dan kebebasan sipil.
Di beberapa negara demokrasi paling berpengaruh di dunia, sebagian besar masyarakat tak lagi menerima berita dan informasi yang tidak bias.
Lembaga penggiat demokrasi dan hak asasi manusia itu menjelaskan, hal tersebut terjadi bukan karena jurnalis dijebloskan ke bui, seperti yang mungkin terjadi dalam negara otoriter.
Sebaliknya, media malah melakukan upaya yang terkesan membatasi kebebasan mereka sendiri. Sebagai contoh, adanya perubahan kepemilikan media yang didukung pemerintah, muncul regulasi yang mengikat dan tekanan keuangan, serta munculnya pengaduan dari publik terhadap jurnalis yang jujur.
Di sisi lain, Pemerintah di beberapa negara juga menawarkan dukungan proaktif ke media yang dianggap kooperatif melalui langkah-langkah seperti kontrak negara yang menguntungkan, regulasi yang menguntungkan, dan akses ke dokumen negara.
Freedom House mengatakan upaya itu bertujuan untuk membuat pers melayani mereka yang berkuasa ketimbang publik.
"Di beberapa negara demokrasi paling berpengaruh di dunia, para pemimpin populis telah mengawasi upaya bersama untuk menekan kebebasan media," kata Sarah Repucci, direktur senior untuk penelitian dan analisis Freedom House.
"Sementara ancaman terhadap kebebasan media global begitu mengkhawatirkan, pengaruhnya terhadap demokrasi adalah hal yang membuat langkah itu benar-benar berbahaya."
Repucci merinci masalah itu muncul secara bersamaan dengan populisme sayap kanan, yang telah merusak kebebasan dasar di banyak negara demokratis.
"Para pemimpin populis menampilkan diri mereka sebagai pembela mayoritas yang dirugikan terhadap elit liberal dan etnis minoritas yang kesetiaannya mereka pertanyakan."
"Dan berpendapat bahwa kepentingan bangsa - sebagaimana mereka definisikan - harus mengesampingkan prinsip-prinsip demokrasi seperti kebebasan pers, transparansi, dan debat terbuka," tulisnya dalam Freedom and the Media: A Downward Spiral.
Meski demikian, gambaran global mengenai kebebasan pers tak sepenuhnya suram. Lembaga tersebut memaparkan, ada contoh kemajuan demokrasi selama dua tahun terakhir yang terjadi di beberapa negara Afrika, Asia, dan Amerika Selatan.
Salah satunya adalah negara tetangga Indonesia, yakni Malaysia. Di negeri jiran, pencabutan tekanan politik terhadap media memungkinkan media independen untuk bangkit kembali dari sensor dan juga memungkinkan media yang sebelumnya pro-pemerintah untuk memproduksi pemberitaan yang lebih kritis.