Gerakan Anti Feminis Menguat di Indonesia
Mereka menyebut feminisme sebagai "racun". Mereka juga menertawakan kaum LGBT. Kampanye anti-feminis:Kaum konservatif yang giat di…
Mereka menyebut feminisme sebagai "racun". Mereka juga menertawakan kaum LGBT.
Kampanye anti-feminis:
- Kaum konservatif yang giat di media sosial mengklaim "tubuhku bukan milikku, tetapi milik Allah SWT"
- Gerakan anti-feminis merespons kampanye RUU anti kekerasan seksual
- Perempuan dimobilisasi oleh kelompok Islam garis keras dan partai politik di Indonesia
Munculnya gerakan Indonesia Tanpa Feminis - tepat sebelum pemilu 17 April - menjadi viral karena secara lantang menentang gerakan feminisme sebagai nilai yang diimpor dari Barat dan tidak sesuai dengan norma-norma agama.
Penolakan mereka terhadap feminisme didasarkan pada pernyataan bahwa "tubuhku bukan milikku, melainkan milik Allah SWT". Kampanye mereka telah memicu perdebatan tentang peran wanita di negara dengan mayoritas Muslim terbesar di dunia.
Indonesia Tanpa Feminis mengusung slogan #UninstallFeminism dan mencerminkan gerakan konservatif yang semakin mahir dan teknologis menarik kalangan milenial dengan berbagai meme dan gambar. Hal itu gagal diimbangi oleh organisasi mainstream dan moderat.
"Saya tidak butuh feminisme karena itu merusak konstruksi keluarga tradisional," kata salah satu postingan.
"Jika kita berbicara tentang anti-feminisme, itu bukanlah hal baru," ujar Dr Dina Afrianty, seorang peneliti di La Trobe University.
Menurut aktivis anti kekerasan terhadap perempuan Yuni Asrianty, yang baru adalah penggunaan platform digital dan advokasi kebijakan anti-feminis untuk mendorong ide-ide mereka yang puritan dan konservatif.
Sejumlah pengamat belum lama ini menyoroti bahwa gerakan ini juga menandakan pergeseran ke arah keterlibatan perempuan yang lebih aktif dalam kegiatan anti-feminis secara eksplisit.
Koalisi yang berkembang
Indonesia Tanpa Feminis didukung ribuan follower melalui platform media sosialnya sejak didirikan tiga bulan lalu.
Ini juga terkait dengan gerakan konservatif mapan lainnya termasuk Indonesia Tanpa Pacaran, di mana meme dan merchandise yang mempromosikan kesucian telah menarik hampir 1 juta follower.
"Gerakan Indonesia Tanpa Pacaran memang diprakarsai oleh kaum muda untuk kaum muda," kata Dyah Ayu Kartika, peneliti pada Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PUSAD Paramadina) di Jakarta.
"Gerakan ini sangat besar. Sudah ada cabang di beberapa kota besar di Indonesia," katanya kepada ABC.
Perempuan semakin dimobilisasi oleh kelompok Islam garis keras dan partai politik di Indonesia.
