Terdakwa Teroris Tertawa Saat Divonis 38 Tahun Penjara
Terdakwa kasus terorisme Milad Atai (22 tahun) tertawa saat Hakim Peter Johnson menjatuhkan vonis hukuman maksimal 38 tahun penjara…
Alpha mengatakan hukuman yang dijatuhkan tidak akan setara dengan kejahatan dilakukan terdakwa.
"Kami berharap keadilan telah ditegakkan dan Milad Atai akan dipenjara selama mungkin," ujarnya.
"Perilakunya di pengadilan dan kata-katanya menunjukkan dia masih jadi risiko besar bagi masyarakat," tambahnya.

Dalam persidangan pekan lalu terungkap bahwa Milad pernah menulis surat kepada AFP dan JPU, untuk membatalkan pernyataan penyesalan yang dia buat sebelumnya.
Dalam suratnya, terdakwa mengatakan penyesalannya itu "omong kosong" dan dia mengaku "senang" dengan perbuatannya.
Milad diketahui tidak hadir di Masjid Parramatta bersama Raban Alou dan Farhad karena hari itu dia sedang bekerja. Namun dia mengaku akan mengambil cuti jika dirinya diperlukan hadir ketika itu.
"Terdakwa mengatakan akan hadir membantu Alou jika diminta untuk itu," kata Hakim Johnson.
Hakim merujuk komunikasi yang dilakukan terdakwa tiga hari setelah kematian Cheng.
Saat itu Milad mengirim pesan ke grup Whatsapp The Bricks Forum dan menyatakan kepercayaannya bahwa Farhad Mohammad sudah jadi sahid.
"Allahu akbar, adik kita itu tampak tersenyum dan mengacungkan telunjuknya," tulis Milad dalam pesan di grup WA tersebut.
Hakim Johnson juga menyinggung percakapan Milad dengan agen rahasia, yang direkam, pada awal 2016. Milad membuat pengakuan bersalah ketika itu.
"Dia mendapatkan apa yang pantas baginya. Dia berada di lingkungan tersebut," demikian dikatakan Milad mengenai Cheng, seperti terdengar dalam rekaman.
Menurut Hakim Johnson, dalam rekaman itu terdakwa menyebut pelaku Farhad Mohammad tadinya akan meledakkan dirinya dengan bom.
"Apakah terdakwa melebih-lebihkan saat menyebut bom itu tidaklah jelas," katanya.
"Yang jelas adalah terdakwa bicara dalam kerangka merayakan aksi teroris tanpa rasa penyesalan atau kemanusiaan," ujar Hakim Johnson.
Diterbitkan oleh Farid M. Ibrahim dari artikel ABC Australia.