Nurhayati Terus Mencari Suaminya di Balaroa yang Ditelan Bumi
Jumlah pasti korban tewas akibat gempa bumi dan tsunami pekan lalu di Sulteng tampaknya tak akan pernah diketahui. Warga yang kehilangan…
"Saya lari duluan. Saya kira suamiku ada di belakang. Lalu bumi terasa tersentak," katanya.
Ketika akhirnya Nurhayati berhasil mencapai tempat yang aman, dia menoleh ke belakang dan suami sudah tidak tampak. Sejak itu dia tak pernah melihatnya lagi.
Selama lima hari sejak gempa, Nurhayati masih terusa mencarinya. Tapi belum juga ada hasilnya. Dia pun belum mau menyampaikan kabar ke anaknya bahwa ayahnya mungkin sudah mati.
"Setelah saya temukan (mayatnya) baru saya sampaikan. Dia belum tahu apa yang terjadi pada ayahnya," tutur Nurhayati lagi.

Warga lainnya bernama Hari, yang tinggal di dekat Balaroa, mengisahkan bagaimana desa itu ditelan lumpur setelah gempa bumi melanda.
"Rumah-rumah itu berputar. Lalu tertarik ke bawah dan tenggelam. Rumahnya tenggelam," ujarnya.
Juru bicara BNPB Sutopo Purwo Nugroho menjelaskan fenomena ambles tanah di Balaroa dan Petobo itu disebabkan proses yang dikenal sebagai likuifaksi yang terjadi di bawah permukaan tanah.
"Ketika gempa menghantam, lapisan di bawah permukaan bumi jadi berlumpur dan gembur," katanya.
"Tanah di Balaroa sebenarnya bergerak naik turun. Rumah terangkat dua meter dan jalanan anjlok lima meter karena dibangun di sekitar patahan Palu-Koro. Gempa telah memicu hal itu," katanya.
Proses lukuifaksi lebih ekstrim terjadi di Petobo, yang tak jauh letaknya dari Balaroa. Desa itu kini secara efektif telah tertimbun dalam lumpur.
Dari 744 bangunan di sana, kebanyakan telah hilang ditelan bumi.
Sebagian lainnya hanya menyisakan atap dan bagian atas rumah lainnya. Mobil dan sepeda motor yang tersisa terlihat dalam posisi. Jalan utama desa itu juga tak bisa dilewati.