Ancaman Para Pendukung ISIS yang Pulang ke Indonesia
Bukanlah suatu kebetulan bila serangan bom bunuh diri di tiga gereja pada hari Minggu di Indonesia terjadi ketika umat Islam bersiap…
Bukanlah suatu kebetulan bila serangan bom bunuh diri di tiga gereja pada hari Minggu di Indonesia terjadi ketika umat Islam bersiap memasuki bulan suci Ramadhan.
Bagi mereka yang taat, inilah saat untuk beramal, introspeksi, memperbarui dan mendekatkan diri pada Tuhan.
Namun bagi kelompok ISIS, Ramadhan dianggap sebagai waktu strategis untuk melakukan serangan. Mereka tampaknya terinspirasi oleh Perang Badar pada tahun 624 M, ketika Nabi Muhammad dan pengikutnya mengalahkan kekuatan yang jauh lebih unggul dan meletakkan dasar bagi pertumbuhan Islam.
Sekitar waktu Ramadhan tahun lalu, ISIS juga mengklaim melakukan lebih dari 300 serangan di seluruh dunia.
Serangan mengerikan terhadap gereja pada hari Minggu yang melibatkan anak-anak sebagai pembom bunuh diri, menewaskan 13 orang dan lebih dari 40 luka-luka, juga mengikuti pola lain - sebuah tindak kekerasan yang terkait dengan kelompok teroris di Asia Tenggara.
ISIS telah kehilangan sebagian besar wilayah yang pernah mereka kuasai di Irak dan Suriah, telah secara aktif berusaha memobilisasi dukungan dengan kelompok-kelompok jihadis di negara-negara lain seperti Libya, Yaman, Nigeria dan Bangladesh.
Asia Tenggara, khususnya Filipina dan Indonesia, juga diidentifikasi sebagai target utama kelompok tersebut dalam sebuah artikel di majalah ISIS Rumiyah pada tahun 2017.
Dan dalam perkembangan mengkhawatirkan bagi kawasan ini, jumlah serangan mengalami peningkatan, sebagian didorong oleh kembalinya para pejuang ISIS dari garis depan di Timur Tengah.
Kembalinya pejuang ISIS
Perkiraan konservatif menunjukkan lebih dari 1.000 pejuang dari Asia Tenggara pergi ke Timur Tengah untuk bergabung dengan ISIS selama lima tahun terakhir.
Dari jumlah ini, 700 di antaranya diperkirakan dari Indonesia, sekitar setengahnya laki-laki, selebihnya perempuan dan anak-anak mereka.
75 warga Indonesia lainnya dideportasi dari Turki sebelum dapat masuk ke Suriah.
Jumlah orang Indonesia yang bertempur ke Suriah dan Irak sangat rendah jika mempertimbangkan penduduk Muslim sekitar 225 juta.
(Australia, dengan penduduk Muslim 604.000 lebih, mendapati lebih dari 100 warganya bergabung dalam pertempuran, 87 di antaranya diketahui sudah mati).
Kalangan wartawan dan pakar berpendapat bahwa pluralisme Indonesia berperan penting dalam membatasi membanjirnya pejuang-pejuang ke Timur Tengah.