PBB Tolak Pengakuan Trump Terkait Yerusalem
Lebih dari 120 negara menentang Presiden Donald Trump dan memilih mendukung sebuah resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa…
Lebih dari 120 negara menentang Presiden Donald Trump dan memilih mendukung sebuah resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menyerukan agar Amerika Serikat menarik pengakuannya atas Yerusalem sebagai ibukota Israel.
Trump sebelumnya mengancam akan memotong bantuan keuangan ke negara-negara yang mendukung resolusi itu, namun sebanyak 128 negara tetap mendukung resolusi, 35 abstain, dan 9 negara menolak.
Ancaman pemimpin AS itu tampaknya memiliki dampak, kini lebih banyak negara yang abstain - termasuk Australia - dan menolak resolusi tersebut daripada biasanya jika terkait dengan resolusi menyangkut Palestina.
Namun demikian, Washington menemukan dirinya terisolasi di panggung dunia karena banyak negara sekutu Barat dan Arab memilih mendukung - sejumlah sekutu tersebut, seperti Mesir, Yordania dan Irak, merupakan penerima utama bantuan militer atau ekonomi AS.
Sementara itu, Guatemala, Honduras, Kepulauan Marshall, Mikronesia, Palau, Nauru dan Togo bergabung dengan AS dan Israel dalam memberikan suara menolak.
Seorang juru bicara Presiden Palestina Mahmoud Abbas, yang didukung negara Barat, menyebut voting ini "kemenangan untuk Palestina", namun Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menolak resolusi dan menyebutnya "tidak masuk akal".
"Yerusalem adalah ibukota kami. Selalu begitu dan akan selalu demikian," kata Netanyahu.
Menjelang voting, AS mengatakan bahwa "sengaja diserang" di PBB terkait Yerusalem, yang merupakan kota suci bagi warga Muslim, Yahudi maupun Kristen.
"Amerika Serikat akan mengingat hari ini ketika sengaja diserang di Majelis Umum karena tindakan kami menjalankan hak kami sebagai negara berdaulat," ujar Dubes AS untuk PBB Nikki Haley kepada Majelis Umum beranggotakan 193 negara.
"Kami akan mengingatnya saat kami diminta untuk kembali memberikan kontribusi terbesar di dunia ke PBB," katanya.
"Dan begitu banyak negara meminta kami, seperti yang sering mereka lakukan, untuk membayar lebih dan menggunakan pengaruh kami demi keuntungan mereka," tambahnya.
Awal bulan ini, Trump membalikkan kebijakan AS selama beberapa dekade dengan mengumumkan bahwa negara ini mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel dan akan memindahkan kedutaannya ke sana.
Status Yerusalem merupakan salah satu hambatan paling berat dalam kesepakatan damai antara Israel dan Palestina, yang sangat marah atas tindakan Trump itu.
Masyarakat internasional tidak mengakui kedaulatan Israel atas kota itu secara penuh. Israel merebut Yerusalem Timur dalam perang 1967 dan Palestina menginginkannya sebagai ibukota negara mereka di masa depan.