Sabtu, 4 Oktober 2025
ABC World

Kebiasaan Merokok Bebani Biaya Kesehatan Indonesia Triliunan Rupiah

Akhir tahun ini, Kementerian Kesehatan Indonesia (Kemenkes) menerbitkan laporan mengenai biaya kesehatan dan ekonomi dari tembakau.…

Sekarang kita juga punya masalah yang sama persis dengan yang disampaikan Prof Danny, biaya untuk penyakit tidak menular masih sangat tinggi. Sehingga sekarang kita sedang melakukan gerakan msyarakat hidup sehat artinya kita mulai bergerak di promotion dan prevention. Promosi supaya masyarakat tahu, kemudian pencegahan. Sekarang kita minta setiap daerah untuk menggalakkan hidup sehat, tapi itu kan sulit jadi tidak mungkin dalam jangka pendek. Dan mungkin kelebihan Australia mereka lebih berpendidikan, ini kan masalah perilaku. Perilaku itu kan kalau orang tahu, dia mau berubah. Nah sekarang tingkat pengetahuan kita juga masih rendah, jadi tantangan sendiri padahal ada banyak kampanye. Secara umum saya kira di negara-negara maju mereka sudah tahu, karena itu banyak dari mereka melakukan upaya sendiri misalkan menerapkan pola hidup sehat.

Tingkat merokok pria Indonesia usia 15 tahun ke atas 1995-2013.
Tingkat merokok pria Indonesia usia 15 tahun ke atas 1995-2013.

Supplied; Kemenkes RI

Kembali ke laporan Kemenkes. Di sana disebutkan bahwa penyakit akibat merokok ternyata membebani BPJS?

Ya betul karena merokok itu kan, kalau dari studi terakhir ini kan setahu saya, masuk 4 besar faktor risiko penyakit tidak menular, penyebabnya adalah merokok. Jadi faktor utama adalah pola makan yang tidak baik, kurang beraktifitas fisik, gula darahnya tinggi dan kemudian merokok. Jadi merokok itu menjadi salah satu faktor risiko terbesar untuk penyakit tidak menular.  Nah penyakit yang disebabkan oleh merokok juga cenderung merupakan penyakit-penyakit kronis yang membutuhkan biaya mahal. Itu akan terkait dengan stroke, jantung, hipertensi, otomatis biayanya akan jauh lebih mahal dibanding penyakit-penyakit seperti diare yang sudah saya sebut tadi.

Seberapa besar penyakit kronis akibat merokok membebani BPJS?

Jadi kalau menurut perhitungan BPJS tahun 2015, ini ada biaya manfaat, biaya manfaat itu artinya adalah saya orang sakit kemudian datang berobat ke rumah sakit, kan diklaim ya jenis penyakitnya ke BPJS, nah dari jumlah yang diklaim tahun 2015, itu sekitar sekitar 7,5 triliun rupiah. Itu untuk penyakit yang terkait dengan rokok, seperti kanker mulut, kanker lambung, kanker hati, kemudian jantung koroner, stroke, bronkitis dan sebagainya. Dan menariknya itu meningkatnya lebih tajam dari tahun-tahun sebelumnya. Jumlah itu yang tercantum dalam BPJS saja, kan masih banyak orang yang belum terangkum dalam BPJS.

Kalau kebijakan di bidang kesehatan masyarakat saja belum cukup, lalu apa lagi yang patut diperhatikan?

Salah satunya yang krusial adalah dampak terhadap para petani. Kebetulan itu yang sering jadi bumper (alasan) bahwa ini loh banyak petani tembakau yang kalau angka merokok menurun mereka bekerja apa? Nah isu-isu seperti itu kan harus diatasi juga.

Misalnya, pengalihan komoditi petani, mereka tidak lagi menanam tembakau tapi menanam komoditi lain, nah itu juga bisa dilakukan. Jadi memang semua pihak harus bekerja sama. Jadi kalau kesehatan sendiri susah, karena dia di ujungnya saja, kalau yang lain tidak diatas ya sama saja.

Apa memang begitu susah untuk menyeimbangkan kesehatan dengan kebutuhan industri?

Menurut saya, isu-nya tidak hanya pemasukan negara, tidak hanya cukai katakanlah. Artinya, kalau masalah cukai, itu bisa dinaikkan setinggi-tingginya, otomatis pemasukan akan masuk banyak. Tapi saya kira yang dipikirkan oleh Kementerian Keuangan secara umum adalah masih ada penduduk yang terdampak, dalam arti di sisi pengusaha kecil, petani, artinya dampak itu juga akan mengarah ke sana. Menurut saya itu yang harus seimbang, antara melihat dampak terhadap kesehatan dan dampak terhadap petani. Dan menurut saya memang, sebenarnya tergantung dari kemauan kita, kalau kita semua sepakat ke depan kita akan meningkatkan kesehatan dengan mengurangi rokok, artinya para petani ini harus kita garap. Kita kerjakan dari sekarang bagaimana solusinya, jadi tidak mungkin solusinya dari public health saja. Diberi peringatan mengancam kesehatan segala macam, tapi harus ada juga solusi di sisi lain. Supaya membantu kita untuk dapat segera menyelesaikan itu. Karena itu kan memang pendapatan juga sebenarnya, walaupun kalau dihitung-hitung biayanya lebih tinggi.

Proporsi konsumsi tembakau usia 15-19 tahun (laki-Laki dan Perempuan) di Indonesia.
Proporsi konsumsi tembakau usia 15-19 tahun (laki-Laki dan Perempuan) di Indonesia.

Supplied; Kemenkes RI

Lalu ada yang membandingkan untung-rugi terhadap pemasukan negara, itu bagaimana?

Kalau dihitung-hitung kan biaya merokok itu kan tidak tangible, tidak terlihat secara langsung. Jadi misalnya kalau orang berhenti merokok, ‘wah rokok itu biayanya sekian’, nah biaya-nya sekian itu kan tidak terlihat di dalam dunia moneter tidak ketahuan uangnya. Tapi kalau bicara cukai, itu langsung ketahuan jumlahnya sekian persennya dari pendapatan negara. Jadi membandingkan antara konsep yang masih intangible (tidak terlihat langsung) di masa depan dengan apa yang memang riil, sehari-hari kita terima uang untuk pemasukan negara, itu sebenarnya agak berbeda. Jadi, belum tentu semua orang bisa menghubungkan itu.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved