Tak Dikenal oleh Ketua Umum KONI Pusat Eqina Bingung
Equestrian Indonesia (EQINA) mempertanyakan pernyataan Ketua Umum KONI Pusat Tono Suratman yang mengaku tidak mengetahui keberadaan EQINA
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Equestrian Indonesia (EQINA) mempertanyakan pernyataan Ketua Umum KONI Pusat Tono Suratman yang mengaku tidak mengetahui keberadaan EQINA. Pernyataan itu justru dinilai kurang bijak karena PP Pordasi sebagai induk dari EQINA telah memberitahukan keberadaan EQINA, yang dibentuk dalam Musyarawah Nasional (Munas) Masyarakat Equestrian Indonesia, 14 Desember 2012 di Bandung. Setelah itu, langsung digelar Rapat Koordinasi (Rakor) EQINA dan PP Pordasi yang hasilnya menyetujui masuknya EQINA menjadi bagian dari Pordasi.
Sekjen EQINA Ardi Hapsoro Hamidjojo mengatakan, Pordasi telah mengirimkan surat pemberitahuan itu ke KONI Pusat, 26 Desember 2012 dengan nomor surat 102/KU/PP/XII/2012 dan surat ke KOI, tanggal 26 Desember dan 29 Januari 2013. Dalam surat itu, dilaporkan bahwa pada Rapat Koordinasi Nasional Pordasi dan Musyawarah Nasional Masyarakat Equestrian Indonesia yang dihadiri 22 klub equestrian di Indonesia dan 18 Pengprov Pordasi, akhirnya terbentuk EQINA dan sekaligus ditunjuk Jose Rizal Partokusumo sebagai Ketua Umum dan Ardi Hapsoro Hamidjojo sebagai Sekretaris Jenderal.
"Makanya saya bingung, kenapa pak Tono mengatakan tidak kenal EQINA. Keberadaan kami bukan liar, EQINA terbentuk karena keinginan Masyarakat Equestrian Indonesia yang ingin membawa equestrian berprestasi dan jelas. Artinya, selama ini sejak berdiri selama 4 tahun, EFI sendiri masih juga belum menjadi anggota KONI dan KOI, selain itu mereka juga tidak pernah mengakui klub-klub sebagai anggota EFI. Alasan itulah yang membuat kami membentuk EQINA dan kembali bergabung dengan Pordasi, karena dengan demikian, kami tidak perlu masuk anggota KONI dan KOI, karena otomatis dengan masuk ke Pordasi, kami langsung menjadi anggota KONI dan KOI," papar Ardi.
Selain itu, lanjut Ardi, keputusan mendirikan EQINA juga berdasarkan fakta bahwa selama empat tahun keberadaan EFI, tidak diikuti dengan keberadaan pengurus-pengurus di tingkat provinsi. Itu menjadi fakta bahwa EFI gagal bersosialiasi untuk merangkul potensi dan klub-klub equestrian di daerah.
"Sebenarnya sebelum membentuk EQINA, kami lebih dulu meminta digelarnya Musyawarah Nasional (Munas) EFI, untuk itu Komunitas Equestrian Indonesia yaitu 24 Klub Equestrian dari 33 Klub Equestrian aktif menulis Surat Permohonan Munas kepada EFI. Namun bukan jawaban tertulis yang diperoleh dari EFI, melainkan pernyataan dari saudara Prasetyono Sumiskum dan saudara Fernando Manulang pada bulan November 2012 kepada Perwakilan Komunitas Equestrian bahwa anggota Klub-Klub Equestrian bukan anggota EFI, anggota EFI hanya 9 Orang Pendiri EFI. Oleh karena itulah Komunitas Equestrian Indonesia sepakat menggelar Musyawarah Nasioanl Equestrian Indonesia pada tanggal 14 Desember 2012 yang melahirkan berdirinya EQINA (Equestrian Indonesia)," jelas atlet berkuda senior ini.
"Dari situ, KONI seharusnya memanggil Pordasi, EQINA dan EFI, khan aneh EFI anggotanya hanya 9 Orang tapi menyatakan cakupannya Nasional, bagaimana dan siapa yang akan dibina? Sangat Exclusive,"imbuh Ardi.
Pihaknya diakui Ardi menghargai inisiatif Komite Olimpiade Indonesia (KOI) yang telah memanggil PP Pordasi, EQINA, dan EFI. Pada pertemuan yang digelar di Kantor KOI, 12 Februari lalu, pihak KOI diwakili Ketua Sports and Law Haryo Yuniarto dan Ahmed Sholihin. Pada pertemuan itu, semua pihak diminta untuk menyampaikan argumentasinya secara gamblang tentang proses keberadaan EQINA dan EFI.
"Rencananya keputusan KOI itu akan diumumkan pada 27 Februari, setelah digelarnya rapat Exco KOI. Jadi keputusan KOI itu adalah murni dari pemahaman mereka dengan apa yang tejadi, tentunya dengan fakta-fakta yang sebenar-benarnya," tandas Ardi.
Begitu juga dengan Pelatnas SEA Games 2013, sebenarnya EQINA juga telah membuat persiapan. Bahkan EQINA telah menyiapkan program pelatnas yang berazas regenerasi. Menurut Ardi, renegerasi harus dilakukan karena pada SEA Games 2013 di Myanmar, level kejuaraan lebih rendah dibandingkan saat SEA Games 2011 di Indonesia dulu. Hal ini seharusnya menjadi bahan laporan ke pemerintah.
"Di Myanmar levelnya turun, selain itu kudanya juga disediakan sehingga EQINA akan lebih banyak mengutamakan atlet yunior. Pasalnya untuk show jumping saja hanya menggunakan 100cm, sementara rata-rata atlet senior kita loncatannya sudah diatas 120cm. Artinya bila mereka yang dipaksakan dikirim, kita akan banyak mengalami penurunan. Beda bila kita memberi kesempatan atlet muda, mereka akan mendapat pengalaman lebih karena terus terang dengan peraturan di Myanmar, susah untuk berbicara target," papar Ardi lagi.
Baca juga: