14 Jukung di Dinas Perikanan Nagekeo Raib
Sebanyak 14 jukung yang pengadaannya satu paket dengan kapal tersebut pada tahun 2010 juga sudah tak jelas keberadaannya. S
Laporan Wartawan Pos Kupang, Diana Ahmad
TRIBUNNEWS.COM, MBAY-- Ternyata tidak hanya kapal pancing jenis pool and line 10 GT senilai Rp 880 juta yang raib. Sebanyak 14 jukung yang pengadaannya satu paket dengan kapal tersebut pada tahun 2010 juga sudah tak jelas keberadaannya. Sebagian sudah dijual, sebagian tidak digunakan nelayan karena tidak layak. Padahal nilai jukung tersebut diakumulasikan dengan harga kapal mencapai Rp 2 miliar lebih.
Hasil penelusuran Pos Kupang beberapa pekan lalu, ada sekitar empat unit jukung, mesinnya telah dijual ke luar Nagekeo. Ada yang ke Wetar-Maluku dan ada yang ke Maumere. Para nelayan mengaku menjual mesin jukung karena boros. Mereka mengatakan, penjualan mesin jukung tersebut direstui oleh Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Nagekeo, Aron Bidaron. Aron sendiri telah membantah pengakuan para nelayan tersebut.
Empat nelayan yang diketahui telah menjual mesin jukung ke luar nagekeo, yaitu Ahmad Tene, Juandi, Mustafa dan Jabir. Jabir yang ditemui di kediamannya, Selasa (12/2/2013), mengaku menjual mesin jukung kepada nelayan di Maumere, Kabupaten Sikka, karena mesin tersebut boros. Sebagai gantinya, ia membeli perahu ketinting.
Jabir mengatakan, dari sisi biaya operasional, perahu ketinting jauh lebih murah dibanding jukung. Pasalnya, jukung menggunakan mesin temple, dimana oli dan bensin dicampur dalam satu wadah. Akibatnya, sangat boros.
"Kalau ketinting, lima liter kita masih bisa pergi pulang. Tetapi kalau jukung, kita butuh 15 liter bensin baru bisa pergi dengan pulang," kata Jabir.
Jabir mengungkapkan, sebelum menjual mesin tersebut kepada nelayan di Maumere dirinya melalui Daeng Bangka sempat berkonsultasi dengan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Nagekeo, Aron Bidaron.
"Pak Kadis bilang, tidak apa-apa kamu jual jika sebelumnya sudah ada nelayan yang jual jukung. Tetapi harus ada gantinya. Tetapi Pak Kadis bilang, nelayan yang jual mesin jukung sebelumnya juga di luar sepengetahuannya. Karena Pak Kadis bilang begitu, jadi saya jual," kata Jabir yang diamini Daeng Bangka.
Dikatakan Jabir, meskipun bantuan, tetapi mereka tidak mendapatkan jukung itu secara gratis atau cuma-cuma. "Kita diwajibkan membayar ke dinas sebesar Rp 7.500.000. Pembayarannya diangsur dalam waktu yang tidak ditentukan," kata Jabir.
Tak Pernah Beri Restu
SEMENTARA Aron Bidaron yang dikonfirmasi, Rabu (13/2/2013), mengatakan, tidak pernah memberi restu kepada nelayan untuk menjual jukung atau bantuan lain. Aron menegaskan tidak pernah bertemu nelayan bernama Daeng Bangka. "Setiap kali ada penyerahan bantuan, saya selalu tegaskan tidak boleh menjual barang bantuan. Bahkan saya bilang, kalau ada yang jual bantuan, itu kejahatan ekonomi," tegas Aron.
Mengenai setoran dari nelayan Rp 7,5 juta, Aron mengatakan, setoran itu sebagai kontribusi ke kas daerah yang disepakati dalam kontrak. Ia mengatakan, sesuai kontrak, kontribusi nelayan ke kas daerah senilai Rp 7.450.000 bukan Rp 7.500.000 yang pembayarannya diangsur selama setahun.
Selain Jabir, jelas Aron, ada Mustafa. Namun kapal jukun yang di Haji Mustafa, sesuai pengakuan yang bersangkutan, kata Aron, tidak dijual tetapi hanya dioperasikan oleh anaknya di Wetar.
"Kita sudah beri teguran keras dan minta jukung itu dikembalikan ke Nagekeo. Yang bersangkutan sudah menyanggupi dengan pernyataan di atas materai. Kita beri kesempatan sampai 6 Februari lalu. Belum juga kembalikan kita akan buat surat teguran kedua. Jika belum diindahkan, kita lapor polisi," tegas Aron.
Untuk diketahui, pengadaan 14 jukung dan satu unit kapal pool and line 10 GT tahun 2010 lalu sempat menuai masalah. Panitia PHO menolak melakukan PHO karena tidak sesuai spek. Namun, Dinas Kelautan dan Perikanan Nagekeo memaksa untuk menggolkan kapal dan 14 jukung tersebut dengan mendatangkan tim ahli dari Kementerian Kelautan dan Perikanan. Tim yang dikoordinir oleh Agus Wahyu itu kemudian memberikan rekomendasi kapal dan 14 jukung tersebut layak labuh, layak simpan dan layak operasional.