Realisasi Penyaluran Pupuk Turun Selama Dua Tahun
Realisasi penyaluran pupuk bersubsidi di Kota Pematangsiantar selama dua tahun terakhir mengalami penurunan.

Laporan Wartawan Tribun Medan/ Adol Frian Rumaijuk
TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - Realisasi penyaluran pupuk bersubsidi di Kota Pematangsiantar selama dua tahun terakhir mengalami penurunan. Harga pupuk bersubsidi dengan pupuk non subsidi tidak jauh berbeda menjadi penyebab rendahnya realisasi pupuk bersubsidi.
Seperti diakui oleh Staf PT Pupuk Iskandar Muda (PIM) Pematangsiantar, Agus, Kamis (10/1/2013), menyebutkan pada 2011 lalu dari sekitar 1.200 ton kuota urea bersubsidi di Siantar yang ditebus petani melalui distributor hanya sekitar 500 ton artinya tidak sampai 50 persen yang terealisasi. Parahnya, pada 2012 jumlah realisasi semakin jauh berkurang yakni dari sekitar 1.050 ton alokasi yang ditebus petani hanya 327 ton.
Kondisi ini, katanya, mengaikabtkan kerugian pada pihak distributor. Pasalnya, ada peraturan dari PT PIM yang mewajibkan para distributor harus menebus jumlah alokasi urea bersubsidi sesuai dengan permintaan petani yang telah di SK kan kepala daerah.
Berbeda dengan kondisi di Kabupaten Simalungun, dari sekitar 26 ribu ton urea bersubsidi, petani di Simalungun bisa menyerap sekitar 21 ribu ton. Keseluruhan pupuk ini digunakan untuk pertanaman tanaman pangan. Sesuai SK Bupati Simalungun, sisa alokasi sekitar 6.000 ton tidak terealisasi sebab diperuntukkan untuk tanaman perkebunan 3,9 ton, peternakan 30 ton, dan perikanan dan budidaya 932 kg. “Tahun 2012, tidak ada petani perkebunan rakyat di Simalungun yang mengajukan permohonan urea bersubsidi,” katanya.
Seorang Ketua Kelompok Tani di Kecamatan Siantar Martoba, Harapan Silalahi menyebutkan rendahnya penyerapan atas urea bersubsidi disebabkan harga urea bersubsidi dan non subsidi di Siantar tidak jauh berbeda. Katanya, selisih harga hanya Rp 5 ribu per zak. Padahal, katanya, untuk mendapatkan urea bersubsidi harus melalui birokrasi pengajuan Rencana Defenitif Kebutuhan Kelompok (RDKK).
“Jadi, kita lebih memilih membeli urea non subsidi sebab bisa langsung membeli di kios tanpa birokrasi berbelit,” katanya.
Harapan juga menyebutkan, jika urea bersubsidi ditebus, petani yang merupakan anggota kelompok tani tidak wajib membeli/menebus dari ketua kelompok tani. Dicontohkannya, dirinya sebagai ketua kelompok tani pernah menebus urea bersubsidi ke kios namun setelah pupuk ditebus, tak semua petani datang membayar dan mengambil pupuk yang menjadi jatahnya. Akibatnya, katanya, pupuk yang sudah kadung ditebus membatu tak digunakan.
Takut akan kondisi ini berulang, lanjut Harapan, dirinya tak bersedia lagi menebus pupuk urea bersubsidi jika tidak ada jaminan akan digunakan dan dibayarkan para petani anggota kelompok tani.