MUI Temukan Banyak Daging Ilegal di Perbatasan
(MUI) Kaltim menemukan bahwa banyak beredar daging - daging ilegal di perbatasan Indonesia - Malaysia.

Laporan Wartawan Tribun Kaltim, Doan Pardede
TRIBUNNEWS.COM SAMARINDA, - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kaltim menemukan bahwa banyak beredar daging - daging ilegal di perbatasan Indonesia - Malaysia. Daging - daging ilegal itu ditemukan hampir merata di Nunukan, Malinau, Bulungan, Berau bahkan hingga Tarakan.
Ternyata, anggapan masyarakat yang mengira bahwa daging tersebut dari Malaysia adalah salah.
"Ada daging ilegal dari India lewat Malaysia masuk ke Indonesia. Khususnya di wilayah perbatasan. Daging ilegal ini lewat Malaysia karena diduga kuat Malasysia punya kerjasama dengan India barter CPO dengan daging. Daging ini adalah kualitas nomor 3. Jadi masuk ke Indonesia harganya hanya Rp 25 ribu - Rp 30 ribu," kata H Hamri Has, Ketua MUI Kaltim.
Sementara itu, Sumarsongko, Direktur Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika (LP-POM) MUI Kaltim, berdasarkan penelusuran pihaknya ditemukan bahwa di India masih banyak terdapat penyakit kuku dan mulut pada hewan.
"Di India itu masih ada penyakit mulut dan kuku pada hewan. Ini adalah penyakit yang sangat membahayakan. Khususnya terhadap ternak kita, kalau sampai kuman ini tumbuh di Indonesia maka habislah hewan - hewan yang berkuku, daging, sapi, kerbau," kata Sumarsongko.
Selain dampak kesehatan, menurutnya para jagal di Rumah Potong Hewan (RPH) di beberapa daerah tadi sudah melayangkan surat kepada MUI Kaltim agar diteruskan kepada instansi terkait di pusat untuk memberikan perhatiannya terhadap masalah ini.
"Jadi dampaknya, ada rumah potong hewan yang menganggur dan tidak dijadikan RPH lagi karena buat apa memotong, dagingnya terlalu mahal. Jadi lebih baik beli daging yang ilegal yang lebih murah," katanya.
Selain itu, di beberapa darah tadi pihaknya juga menemukan bahwa ternyata di pasar tradisional penggunaan bahan pengawet pada daging juga sudah mengalami perubahan. Bila dulu hanya dikenal formalin, sevin (pestisida) maka belum lama ini MUI Kaltim menemukan penggunaan bensin sebagai bahan pengawet.
"Kalau dulu ada yang menggunakan formalin, mungkin dengan bau menyengat dan diketahui orang lain maka bergeser ke sevin (pestisida), di masing - masing kabupaten kota berbeda. Adalagi bensin, inilah dinamika di lapangan. Kasat mata daging segar dengan yang berbensin sulit dibedakan. Kalau masih baru bisa karena masih ada bau bensinnya. Tapi mungkin lebih dari 1 jam sudah menguap jadi sulit," katanya.
Temuan ini menurutnya juga diawali dari permintaan industri - industri yang meminta agar usahanya mendapatkan sertifikasi halal dari MUI.
"Jadi para pengusaha ini ingin mendapatkan sertifikasi dan ternyata setelah kita pre - audit kita temukan seperti itu. Tidak mungkin bisa kita sertifikasi. Pada saat pre-audit itulah kita ketahui bahwa industri yang diusulkan mendapatkan sertifikat menggunakan zat - zat terlarang," katanya.
Baca Juga :
- Ilyas Hanyut saat Menolong Anak Tenggelam 21 menit lalu
- Tim Suksesi Optimis Garuda- Na Menang di Pangkep 54 menit lalu
- Tri Minta Masyarakat Waspadai Penipuan 1 jam lalu