Jumat, 3 Oktober 2025

Tradisi Menyantuni Tetangga di Linggamulya

WARGA Desa Linggamulya, Kecamatan Leuwisari, Kabupaten Tasikmalaya, memiliki cara yang lebih mulia

Editor: Hendra Gunawan
zoom-inlihat foto Tradisi Menyantuni Tetangga di Linggamulya
Infoparahyangan.com
Tradisi di Leuwisari, tasikmalaya

TRIBUNNEWS.COM -- WARGA Desa Linggamulya, Kecamatan Leuwisari, Kabupaten Tasikmalaya, memiliki cara yang lebih mulia menyambut tahun baru Hijriyah. Warga Desa Linggamulya yang kondisi sosial- ekonominya tergolong mampu, patungan mengumpulkan dana ratusan ribu hingga belasan juta rupiah. Dana yang terkumpul digunakan untuk memberian santunan kepada anak- anak yatim, jompo, serta menggelar khitanan.

Menyambut tahun baru 1434 Hijriyah, dana yang terkumpul dari warga Desa Linggamulya mencapai sekitar Rp 75 juta. Dana puluhan juta tersebut didapat dari sumbangan donatur mulai dari Rp 250 ribu hingga Rp 16 juta. Agar acara meriah, diadakan pawai sepeda motor dan marching band. Setiap peserta pawai diberi kupon gratis untuk mendapatkan berbagai hadiah.

Tradisi yang dipelihara warga desa di kaki Gunung Galunggung itu, intinya untuk menyantuni warga kurang mampu. Tradisi  yang pantas mendapat apresiasi ini sudah ada sejak tahun 1969 atau sudah berjalan selama 43 tahun. Dana yang terkumpul juga datang dari warga Desa Linggamulya yang tinggal di kota atau tempat lain di luar Desa Linggamulya.

"Pada awal-awal digelarnya tradisi menyantuni warga kurang mampu tahun 1969 lalu, pihak penyelenggara sudah mampu memberikan santunan Rp 10 untuk setiap anak yatim. Nilai uang sebesar itu cukup tinggi pada jaman itu," kata Ajengan Yahya (72), tokoh warga NU yang juga salah satu perintis tradisi menyantuni warga tidak mampu di Desa Linggamulya kepada Tribun disela acara pemberian santunan, di Kampung Rawa Hilir, Linggamulya.

Tradisi menyantuni para tetangga tergolong kurang mampu ini, ujar Yahya, sangat erat kaitannya dengan suasana Desa Linggamulya yang religius. "Sebelum acara ini mulai digelar tahun 1969, para tokoh warga bersama warga yang tergolong mampu mengadakan pertemuan. Dalam pertemuan itu dilontarkan usulan pemberian santunan setiap tahun," katanya.

Usulan tersebut, kata Yahya, mendapat respon para donatur. Kemudian waktu pemberian santunan ditentukan bertepatan dengan perayaan tahun baru Hijriyah. "Mulai tahun 1969 acara pemberian santunan mulai dilaksanakan dan berjalan hingga sekarang. Ketika Gunung Galunggung meletus tahun 1982 sampai tahun 1983, pemberian santunan tetap dilaksanakan meski dalam kondisi prihatin," ujar Yahya.

Tahun ini, ujar Yahya, pihak penyelenggara berhasil menghimpun dana sekitar Rp 75 juta. Dengan dana sebanyak itu, menurut Yahya, 83 orang anak yatim mendapat santunan masing-masing Rp 300 ribu plus sarung dan sajadah. Tiga anak kurang mampu juga dikhitan secara gratis termasuk diberi bingkisan untuk menyenangkan mereka.

Yahya mengatakan Dana lainnya digunakan untuk menyantuni puluhan guru pondok pesantren dan madrasah masing-masing Rp 50 ribu, serta para janda dan jompo yang dananya diserahkan kepada Ketua RT masing-masing.

"Setelah dipotong untuk acara seremoni masih ada saldo jutaan rupiah dan rencananya akan dibelikan sapi untuk perayaan tahun depan," kata Yahya, seraya menyebutkan, seorang warga telah menghibahkan 180 bata sawah agar hasilnya diberikan kepada anak- anak yatim.

Acara pemberian santunan tahun ini berlangsung lebih meriah karena diwarnai pawai yang diikuti tidak kurang dari 200 orang warga dan santri. Berbagai hadiah mulai dari magic jar hingga televisi diberikan kepada peserta acara yang beruntung.

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved