Pemerintah Diminta Tetapkan Gernas Pemanfaatan Sabut Kelapa
Asosiasi Industri Sabut Kelapa Indonesia (AISKI) meminta pemerintah segera membuat kebijakan gerakan nasional pemanfaatan sabut kelapa.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Asosiasi Industri Sabut Kelapa Indonesia (AISKI) meminta pemerintah segera membuat kebijakan gerakan nasional (Gernas) pemanfaatan sabut kelapa.
Dengan demikian, sabut kelapa yang selama ini diperlakukan layaknya sampah, dapat menjadi sumber pendapatan alternatif bagi masyarakat.
Permintaan itu disampaikan Ketua Umum AISKI, Efli Ramli saat memberikan sambutan pada acara penandatanganan nota kesepahaman antara AISKI dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) tentang penerapan teknologi pemanfaatan sabut kelapa di gedung BPPT, Jakarta, Kamis (27/9/2012).
“Dengan bantuan teknologi dari BPPT ini, mari kita dorong industri nasional menghentikan penggunaan busa pada jok mobil, jok motor, bantal, kasur, spring bed dan sofa, sehingga ketergantungan Indonesia pada produk impor berbahan baku busa dan produk sintetis lainnya dapat segera dikurangi,” tegasnya.
Efli menjamin, jika setiap rumah tangga menghentikan penggunaan busa dan beralih ke serat sabut kelapa, maka 15 miliar butir sabut kelapa Indonesia tidak lagi terbakar sia-sia.
Dengan meningkatnya permintaan pasar dalam negeri, maka Indonesia tidak lagi berorientasi pada pasar ekspor yang dimonopoli oleh China.
“Sudah saatnya kita mengurangi ekspor dengan memperkuat daya serap pasar dalam negeri. Semoga teknologi pemanfaatan sabut kelapa untuk meningkatkan nilai tambahnya, dapat segera diterapkan dan berkontribusi dalam pembangunan perekonomian di negeri ini,” katanya.
Dalam nota kesepahaman yang ditandangani Ketua Umum AISKI dan Kepala BPPT Marzan A Iskandar, AISKI–BPPT sepakat menerapkan teknologi pada empat produk sabut kelapa yang diyakini dapat meningkatkan nilai tambahnya.
Keempat produk sabut kelapa tersebut, masing-masing briket BiTumMan (Biji Tumbuh Mandiri), media tanam yang terbuat dari perpaduan serbuk sabut kelapa (coco peat) dan bahan organik lainnya untuk kegiatan revegetasi lahan kritis dan pasca tambang, plywood komposit briket bahan bakar dan pupuk organik.
Jika teknologi BiTumMan ini dapat segera diterapkan secara nasional, maka lahan kritis dan lahan pasca tambang di Indonesia yang jumlahnya mencapai 77,8 juta hektar dapat segera diselamatkan.
“Dengan bantuan teknologi BiTumMan ini, mari kita hijaukan bumi dan mensejahterakan petani kelapa Indonesia,” ajak Efli.
Menurut Efli, dalam Peraturan Presiden Nomor 28 tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional sudah diamanatkan pengembangan 6 klaster industri prioritas, termasuk di dalamnya pengembangan agro industri, di antaranya industri olahan kelapa dan turunannya.
“Inilah saatnya pemerintah membangkitkan industri nasional. Termasuk industri sabut kelapa,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala BPPT, Marzan A Iskandar dalam sambutannya meminta agar para perekayasa dan peneliti yang ada di jajaran BPPT tidak berhenti melakukan inovasi dan pengkajian hanya pada empat produk sabut kelapa tersebut.
Tentu saja dengan syarat dan standar yang baik dengan harga murah. “Masih banyak lagi yang perlu dieksplorasi. Kita harus buka peluang baru, sehingga pemanfaatan sabut kelapa bisa dilakukan secara maksimal dan berdampak pada kesejahteraan masyarakat," kata Marzan A Iskandar.