Rabu, 1 Oktober 2025

Rumah Etnik Ini Dibangun Dari Kayu Bongkaran

Rumah etnik ini memanfaatkan bangunan rumah tradisional pedesaan menjadi bangunan modern yang low budget dan tidak memakan lahan.

zoom-inlihat foto Rumah Etnik Ini Dibangun Dari Kayu Bongkaran
TRIBUN JOGJA

TRIBUNNEWS.COM, BANTUL - Melihat semakin terbatasnya lahan kosong, dan semakin tingginya harga rumah tinggal, bukan berarti masyarakat tidak bisa membangun rumah idaman. Justru dengan keterbatasan yang ada, mampu memicu kreativitas masyarakat dalam mencipta hunian impian.

Seperti yang telah dilakoni pasangan Fery Adi Triwanto dan Ropiko Istiqomah dalam membangun rumah tinggalnya di Jalan Sukun Raya, Janti, Bantul.

Sang pemilik rumah, Fery Adi Triwanto mengaku bahwa rumah yang baru ditinggalinya selama sekitar sebulan ini dibangun dengan konsep efisiensi dan efektivitas lahan maupun dana. Mengapa demikian? Pria yang berprofesi sebagai jurnalis di sebuah media nasional ini memanfaatkan bangunan rumah tradisional pedesaan menjadi bangunan modern yang low budget dan tidak memakan lahan.

Konsep hunian semacam ini mampu menjadi alternatif baru bagi masyarakat perkotaan yang mulai kesulitan memiliki sebuah rumah idaman. "Konsepnya yakni bagaimana memdirikan rumah yang ngirit, murah tapi tetap menarik," ujar Fery kepada Tribun Jogja.

Dijelaskan Fery, ia membangun rumahnya dengan bahan-bahan yang didapat dari bongkaran rumah tradisional di desa. Berupa rumah tua berbahan utama kayu jati lawas, yang didapatkannya di daerah Ngawi, Jawa Timur. Usianya yang terhitung tua, dibangun sekitar tahun 1942, nyatanya tidak mengurangi kualitas kayu-kayunya.

Justru semakin lawas, kayu jati ini terlihat semakin eksotik dan semakin keras teksturnya. "Awalnya dulu tidak kebayang, bagaimana membuat rumah dari kayu-kayu jelek, penuh paku semacam itu," ujar sang istri, Ropiko Istiqomah.

Namun, nyatanya anggapan sang istri bertolak belakang dengan hasil akhirnya sekarang. Padahal, Fery mendesain sendiri rumahnya tersebut tanpa bantuan arsitek ataupun interior designer. Ia memilih mendesain semuanya sendiri, dengan beberapa bantuan ahli gambar untuk memvisualisaikannya. Lagi-lagi demi efisiensi dana, dan tentunya agar ia bisa menciptakan rumah yang benar-benar nyaman bagi keluarganya.

"Sebenarnya tak harus arsitek tapi yang penting bagaimana memvisualisasikan ide dan keinginan pribadi, karena rumah itu kan cerminan kepribadian pemiliknya. Selama ini saya hanya mengamati rumah-rumah yang saya anggap menarik dan menuangkannya di rumah ini," urai pria berkacamata ini.

Di lahan seluas 92 meter persegi, Fery mendirikan rumah dua lantai dengan gaya desain yang unik. Ia memadukan konsep tradisional, minimalis modern sekaligus etnik. Tradisional dan etnik terlihat dari penggunaan bahan-bahan kayu dan furniturnya, sedangkan konsep minimalisnya terlihat jelas dari model bangunan vertikalnya, jendela kaca L, lengkap dengan aksen garis-garis di seluruh bangunan, serta penggunaan kaca tinggi besar di lantai atas. "Tidak ada unsur garis lengkung di rumah ini," jelas Fery.

Terbukti, di tangan Fery, konsep bangunan minimalis ternyata bisa dikombinasikan dengan nuansa etnik tradisional yang menarik. Tidak melulu bangunan kokoh yang dingin dan polos. Bahkan Fery sangat berani mengkombinasikan kayu, batu, keramik serta kaca di bagian depan rumahnya.

Lihat saja, bangunan seluas 80 meter persegi ini terbagi menjadi dua lantai dengan langit-langit tinggi, berplafon papan-papan kayu dari bongkaran dinding rumah kampung tadi. Pintu utama dan dinding bagian depan juga berbahan kayu, tapi dikombinasikan dengan jendela kaca besar di bagian sudut.

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved